REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi menyelenggarakan Diskusi Publik Penyusunan Arah Kebijakan Internalisasi dan Institusionalisasi Pancasila di Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawsan Regulasi di Jakarta, Jum'at, (25/11/2022).
Dalam sambutannya, Kepala BPIP, Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D mengatakan, kegiatan ini sebagai salah satu upaya menghimpun masukan dari berbagai pihak dan sebagai bahan materi penyusunan naskah Arah Kebijakan Internalisasi dan Institusionalisai Pancasila di Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi.
"Selain itu maksud dan tujuannya adalah agar Materi Naskah Arah Kebijakan Internalisasi dan Institusionalisai Pancasila di Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi, dapat tersusun secara komprehensif dari berbagai sudut pandang", ujarnya.
Ia menjelaskan cita-cita hukum Bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila sebagai landasan kefilsafatan dalam menata kerangka dan struktur dasar organisasi negara sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD Tahun 1945.
"Dijabarkan lebih lanjut dalam batang tubuh serta ditetapkan kembali dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum”, jelasnya.
Ia menegaskan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Menurutnya, menjaga Pancasila merupakan tugas dari seluruh elemen bangsa. BPIP memiliki tupoksi sesuai Perpres 7/2018."Dalam pasal 3 disebutkan yaitu Indonesia maju dan berdaulat, mandiri, dan berdasarkan gotong royong", ujarnya.
"Kita semua wajib bahu membahu untuk menjadi pedoman dalam melaksanakan internalisasi dan institusionalisasi Pancasila", tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi, K.A. Tajuddin, S.H., M.H melaporkan kegiatan tersebut, mengundang 40 peserta yang terdiri dari Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Jakarta dan sekitarnya, serta para tokoh lintas agama.
Pihaknya berharap, dengan diselenggarakannya kegiatan tersebut mendapatkan masukan bahan materi penyusunan Rancangan Peraturan BPIP tentang Arah Kebijakan Internalisasi dan Institusionalisasi Pancasila di Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi.
"Berharap dengan kegiatan ini mendapatkan masukan dari Bapak/Ibu sebagai bahan materi penyusunan Rancangan Peraturan BPIP ini", katanya.
Salah satu narasumber dari Mahkamah Konstitusi, Prof. Eny Nurbaningsih, S.H., M.Hum. menyebutkan, Pancasila sebagai meta yuridis yang bersifat abstrak, tetapi implementasinya harus nyata."Kalau istilah Pak Ahmad Basarah menegaskan bahwa Pancasila sebagai meta yuridis, karena sifatnya abstrak, tapi yang jelas harus nyata adanya sebagaimana arahan Bapak Presiden", ujarnya.
Ia mengakui menurut riset yang dilakukan BPIP, dari 179 Peraturan Perundang-Undangan, ada 139 Perundang-Undangan yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. "Itu karena banyak faktor saya kira, tata hukum Indonesia secara umum merupakan warisan kolonial", ucapnya.
Ia bahkan menyambut baik dengan adanya kegiatan penyusunan arah kebijakan internalisasi dan institusionalisasi Pancasila ini. Prof. Dr. Drs. Makhrus, S.H., M.Hum. mengatakan, sumber hukum tertinggi adalah berdasarkan perjanjian politik sebagai parameter membentuk kebijakan. "Berdasarkan perjanjian tersebut maka kemudian lahir apa yang disebut dengan Pancasila", paparnya.
Pancasila merupakan nilai dasar dan nilai instrumental, dalil nakliyah dan dalil akliyah."Pancasila terdiri dari lima sila, itu nilai dasar, dipahami sebagai nilai yang tidak berubah. Sedangkan nilai instrumental itu selalu berubah", jelasnya.
.