Senin 28 Nov 2022 07:13 WIB

Keponakan Pemimpin Tertinggi Iran Dukung Protes Anti-Rezim

Farideh Moradkhani menyatakan dukungannya terhadap protes anti-rezim

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Seorang demonstran pro-pemerintah Iran mengangkat poster Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei selama rapat umum mengutuk protes anti-pemerintah baru-baru ini atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita berusia 22 tahun yang telah ditahan oleh polisi moral negara, di Teheran, Iran, Minggu, 25 September 2022.
Foto: AP/Vahid Salemi
Seorang demonstran pro-pemerintah Iran mengangkat poster Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei selama rapat umum mengutuk protes anti-pemerintah baru-baru ini atas kematian Mahsa Amini, seorang wanita berusia 22 tahun yang telah ditahan oleh polisi moral negara, di Teheran, Iran, Minggu, 25 September 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Keponakan pemimpin tertinggi Iran Ali Khamenei, Farideh Moradkhani, menyatakan dukungannya terhadap protes anti-rezim yang sedang berlangsung di negara itu. Dia juga meminta masyarakat internasional untuk mendukung pengunjuk rasa Iran.

Moradkhani adalah putri dari Badri Khamenei yang merupakan saudara perempuan Ali Khamenei. Moradkhani, menggambarkan, rezim Iran saat ini sebagai rezim pembunuh dan pembunuh anak.

Baca Juga

Menurut Radio Farda, video pernyataan Moradkhani beredar di media sosial pada Sabtu (26/11/2022). Dia telah merekam video itu sehari sebelum penangkapannya pada pekan lalu.

“Waktunya telah tiba bagi semua negara yang mencintai kebebasan untuk memanggil kembali semua perwakilan mereka dari Iran sebagai isyarat simbolis, dan mengusir perwakilan dan afiliasi rezim brutal ini dari negara mereka, dan dengan cara ini mengungkapkan solidaritas dengan orang-orang yang mencintai kebebasan.  Iran,” kata Moradkhani, dilaporkan Alarabiya, Ahad (27/11/2022).

Dalam pernyataannya, Moradkhani juga mengkritik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dia berpendapat, PBB tidak berani mengambil langkah nyata untuk membela warga Iran dan menindas rezim pemerintah saat ini.

"Apa lagi yang telah dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menghadapi penindasan yang jelas dan nyata yang dilakukan terhadap orang-orang Iran yang pemberani, kecuali beberapa ungkapan penyesalan dan pernyataan singkat dan tidak efektif," ujar Moradkhani.

Moradkhani mengatakan, Iran tidak menginginkan intervensi asing dan mampu menggulingkan rezim tanpa bantuan dari luar. Dia menyerukan agar pemerintah asing berhenti membantu rezim bertahan.

“Rakyat Iran yang bebas dan berani akan menggulingkan rezim yang menindas ini. DrYang dibutuhkan adalah (orang asing) tidak mendukung rezim,” kata Moradkhani.

Pekan lalu, kakak laki-laki Moradkhani mengatakan di Twitter, pihak berwenang telah menangkap saudara perempuannya. Moradkhani mengkritik rezim di masa lalu dan ditangkap pada dua kesempatan terpisah yaitu awal tahun ini dan pada 2018.

Protes telah melanda Iran sejak 16 September ketika seorang perempuan  Kurdi Mahsa Amini (22 tahun) meninggal dunia tiga hari setelah pingsan dalam tahanan polisi.  Dia telah ditahan oleh polisi moralitas Iran karena diduga tidak mematuhi aturan penggunaan jilbab.

Para pengunjuk rasa telah menyerukan perubahan rezim. Ini menjadi salah satu tantangan paling berani terhadap rezim tersebut sejak didirikan pada 1979. Menurut kelompok hak asasi manusia, Iran Human Rights (IHR) yang berbasis di Oslo, sedikitnya 416 orang, termasuk 51 anak-anak dan 27 wanita telah dibunuh oleh pasukan keamanan selama protes nasional tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement