REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO -- Sebuah klip video dari aksi teroris serangan masjid Christchurch diunggah pekan lalu ke Twitter. Oleh perusahaan tersebut, klip ini tidak lantas dianggap berbahaya.
Atas beredarnya video ini, pengguna lain lantas melaporkan video tersebut. Pemerintah Selandia Baru lantas membahasnya secara terpisah dengan perusahaan pada Jumat (25/11/2022) malam. Dilansir di RNZ, Senin (28/11/2022), seorang juru bicara Perdana Menteri mengatakan fungsi pelaporan otomatis yang dimiliki Twitter gagal mengidentifikasi konten tersebut berisi bahaya.
Setelah dilakukan pembahasan, Twitter memberi tahu pemerintah bahwa klip yang dimaksud telah dihapus dan akan melakukan penyisiran untuk kejadian lain. Kantor Perdana Menteri mengatakan sebagai anggota komunitas Christchurch Call dari 120 pemerintah dan penyedia layanan online, Twitter diharapkan menghapus konten teroris yang dipublikasikan di platformnya.
Chief safety officer Netsafe Sean Lyons, telah mengingatkan orang-orang mereka dapat menghadapi tuntutan pidana karena berinteraksi dengan konten online ilegal. Lyons mengatakan jika masyarakat melihat sesuatu yang memprihatinkan, mereka harus segera melaporkannya ke platform terkait dan ke Departemen Dalam Negeri.
Lebih lanjut, ia mengatakan sebelumnya rekaman teror Christchurch sempat muncul kembali dan dapat ditangani dengan cepat. Sementara itu, pemilik baru Twitter Elon Musk mengunggah cicitan yang menyebut pesan ujaran kebencian telah turun sepertiga dalam beberapa hari terakhir. Ia membandingkan capaian ini dengan puncaknya yang mencapai lebih dari 10 juta pada 20 Oktober 2022.