REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bareskrim Polri mengancam penetapan status buron terhadap Ismail Bolong. Ancaman tersebut menyusul sikap mangkir mantan Sat Intelkam Polres Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) itu untuk diperiksa di Mabes Polri, Selasa (29/11/2022).
Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Brigadir Jenderal (Brigjen) Pipit Rismanto mengakan, tim penyidikannya sampai petang ini masih menunggu Ismail Bolong datang ke ruang penyidikan menjalani pemeriksaan dugaan pertambangan ilegal. “Belum ada konfirmasi kehadiran dari yang bersangkutan. Kita minta kooperatif. Kalau tidak (kooperatif) nanti akan kita lampirkan dalam pembuktian untuk ditetapkan DPO (daftar pencarian orang),” kata Pipit saat dihubungi.
Pipit menerangkan, tim dari Bareskrim Polri sudah meminta bantuan Polda Kaltim untuk mencari keberadaan Ismail Bolong. Sebab dikatakan Pipit, pecatan Polri itu tak diketahui keberadaannya.
“Kita sudah cari keberadaannya, tetapi tidak diketahui,” ujar Pipit.
Kata dia, surat pemanggilan, sebelumnya, pun sudah disampaikan ke tempat tinggal Ismail Bolong di Samarinda. Akan tetapi, tim penyidik tak menemukan batang hidungnya.
“Yang bersangkutan tidak ada di rumahnya. Kita sudah tanya, meminta bantuan Polda (untuk pencarian), tetapi intinya, sampai hari ini belum diketahui di mana keberadaannya,” kata Pipit.
Ismail Bolong menjadi objek pencarian tim Bareskrim Polri menyusul video testimoni buatannya yang tersebar ke publik beberapa pekan lalu. Ismail Bolong sebelumnya adalah anggota Polri di Polres Samarinda. Namun ia juga memiliki bisnis tambang ilegal di delapan tempat di wilayah Kaltim.
Dalam video pengakuannya itu, Ismail Bolong membeberkan soal uang setoran dan bagi hasil kegiatan tambang batubara ilegal di Marang Kayu, Bontang, dengan sejumlah perwira tinggi di Mabes Polri. Bahkan dalam pengakuannya itu, Ismail Bolong menyebut menyetorkan uang setotal Rp 6 miliar pada 2021 untuk Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
Namun setelah video pengakuannya itu beredar, muncul testimoni kedua darinya yang meralat pernyataannya tentang uang setoran untuk Kabareskrim. Ismail Bolong mengatakan, testimoninya yang pertama itu dibuat pada Februari 2022.
Video tersebut kata dia, dibuat dalam tekanan dan atas perintah Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan yang saat itu masih menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri. Akan tetapi setelah muncul testimoni Ismail Bolong, terungkap ke publik soal adanya dua Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) Propam Polri.
Dua LHP Propam bertanggal 18 Maret 2022 dengan nomor Nota Dinas R/ND-13/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal yang ditandatangani Brigjen Hendra Kurniawan, dan LHP 7 April 2022 bernomor R/1253/IV/WAS.2.4/2022/Divpropam yang ditandatangani Kadiv Propam Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo. Dua LHP tersebut isinya sama.
Yakni tentang hasil penyelidikan tambang batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kertanegara, Bontang, Paser, Samarinda, dan Berau. Dari penyelidikan terungkap kegiatan tambang ilegal tersebut dibekingi para pejabat utama dan jajaran Polda Kaltim sampai Bareskrim Polri.
Disebutkan dalam LHP, sejumlah nama para perwira tinggi Polri turut mendapatkan setoran dan bagi hasil dari kegiatan tambang ilegal tersebut sepanjang Juli 2020 sampai September 2021. Beberapa nama petinggi Polri yang turut mendapatkan bagian adalah Irjen Herry Rudolf Nahak mendapatkan Rp 5 miliar; Brigjen Hariyanto Rp 1 miliar; Kombes Jefrianus Rp 800 juta; Kombes Gatut Rp 600 juta; Kombes Tatar Rp 600 juta; Kombes Indra Lutrianto Amstono Rp 900 juta; AKBP Era Joni dan AKBP Bimo Aryanto Rp 500 juta; dan jajaran Kapolres Rp 600 juta.
Dalam LHP tersebut juga terungkap nama Aiptu Ismail Bolong dari Satuan Intelkam Polres Samarinda yang mengelola delapan titik tambang batubara ilegal, di kecamatan Marang Kayu, Bontang. Terhadap Ismail Bolong, dua LHP Propam itu menyebutkan adanya setoran uang senilai Rp 3 miliar kepada Kombes Budi Haryanto selaku Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) sebanyak tiga kali pada Oktober, November, dan Desember 2021. Lalu uang setoran langsung Ismail Bolong kepada Kepala Bareskrim Komjen Agus Andrianto sepanjang Oktober, November, dan Desember 2021.
“Selain itu juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH MH selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim Polri dalam bentuk dolar AS sebanyak tiga kali, yaitu bulan Oktober, November, dan Desember 2021 senilai Rp 2 miliar setiap bulannya,” begitu dalam huruf h LHP tersebut.
Dalam dua LHP Propam Polri itu juga disebutkan uang-uang setoran dari kegiatan tambang batubara ilegal itu, juga melibatkan sejumlah pengusaha atas nama Tan Paulin, dan Leny yang disebut-sebut punya kedekatan dengan unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Setmilpres. Masih dalam LHP Propam tersebut, dalam huruf j juga disebutkan adanya peran Brigjen Pipit Rismanto selaku Dirtipidter Bareskrim Polri yang mengetahui reputasi Aiptu Ismail Bolong sebagai anggota kepolisian yang melakukan kegiatan penambangan batubara ilegal di kawasan hutan Gunung Menangis.
Namun disebutkan dalam LHP itu Brigjen Pipit tak mengambil tindakan hukum, karena mendapatkan pesan dari Kombes Budi Haryanto (Kasubdit V Dittipidter) terkait adanya keterlibatan Kabareskrim Komjen Agus.
“Brigjen Pol Pipit Rismanto SIK MH Dirtipidter Bareskrim Polri mengenal Aiptu Ismail Bolong dari adanya surat Dumas yang diduga bekerja di wilayah kawasan hutan Gunung Menangis wilayah kerja PKP2B milik PT Mahakam Sumber Jaya. Tidak melakukan penindakan dikarenakan mendapat infromasi dari Kombes Pol Budi Haryanto Kasubdit V Dittipidter bahwa ada atensi dari Komjen Pol Drs Agus Andrianto SH MH, Kabareskrim Polri,” begitu bunyi LHP tersebut.
Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan saat ditemui terpisah di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membenarkan soal dua LHP tersebut. “Begini ya, laporan resmi sudah saya sampaikan ke pimpinan (Kapolri) secara resmi ya. Sehingga artinya proses di Propam sudah selesai. Itu (penerimaan) melibatkan perwira-perwira tinggi (Polri),” ujar Sambo di PN Jaksel, Selasa (29/11/2022).
Pekan lalu, Hendra Kurniawan, pun menyampaikan yang sama. “Faktanya seperti itu,” ujar dia. Saat ini Ferdy Sambo, dan Hendra Kurniawan sudah dipecat dari Polri terkait kematian Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J).