REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Fatwa MUI bertema "Fatwa Halal Sebagai Jaminan dan Tanggung Jawab Keagamaan" pada 5-7 Desember 2022. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Miftahul Huda menyampaikan ada tiga agenda utama yang dibahas dalam Rakornas Komisi Fatwa MUI.
Kiai Huda menyampaikan, pertama Rakornas Komisi Fatwa MUI membahas tentang evaluasi dan penguatan kapasitas Komisi Fatwa secara kelembagaan dan personal anggota Komisi Fatwa.
"Kedua, merespons adanya regulasi tata kelola sertifikasi halal yang baru," kata Kiai Huda kepada Republika.co.id, Selasa (6/12/2022).
Ia menjelaskan, dulu sebelum pelaksanaan jaminan produk halal (JPH) semuanya ditangani satu pintu di MUI. Mulai dari pendaftaran, proses audit sampai penetapan sertifikat halal.
Tapi setelah diundangkannya jaminan produk halal, ada beberapa pihak yang terkait langsung. Di antaranya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai regulator dan administrator, Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebagai pihak yang melakukan audit, dan Komisi Fatwa MUI yang menetapkan kehalalan produk.
"Maka ini harus dibangun ekosistem halal dengan baik, semua harus dibicarakan dengan musyawarah," ujar Kiai Huda.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI ini menambahkan, yang ketiga, Rakornas Komisi Fatwa membahas tentang fungsi baru dan tugas baru bagi Komisi Fatwa. Komisi Fatwa menjadi pihak pemberi atau yang menerbitkan atau yang memberikan rekomendasi Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Ia menegaskan, agar pengelolaan zakat sesuai dengan syariat maka perlu ada dewan yang mengawasi. Yaitu mengawasi tata laksana dan pengelolaan zakat agar sesuai dengan kaidah serta cara syariat Islam. Tentunya dengan berdasarkan fatwa yang telah diterbitkan oleh MUI. Ia menambahkan, Rakornas Komisi Fatwa MUI juga memiliki beberapa rekomendasi yang akan disampaikan setelah penutupan rakornas.