REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim kuasa hukum gugatan perwakilan kelompok atau class action kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) tengah menyusun jumlah ganti rugi korban. Jumlah kerugian nantinya dimasukkan dalam gugatan baru.
Kuasa hukum korban gagal ginjal, Awan Puryadi menyebut sebenarnya sudah menghitung kerugian korban. Namun, perhitungan ini kemungkinan berubah karena bertambahnya jumlah korban yang memberi kuasa.
"Sudah kita formulasikan ada Rp 2 miliar untuk yang meninggal, Rp 1 miliar 50 juta untuk yang dirawat. Tapi sebenarnya ada diskusi dengan korban baru yang kita akomodir. Nanti kalau sudah ada nomor perkara kami sampaikan lagi. Ada kemungkinan bertambah soal nilainya," kata Awan kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (13/12/2022) pascapenundaan sidang.
Awan menjelaskan, nilai ganti rugi diperoleh dari indeks yang biasa digunakan BPS. Indeks itu di antaranya mencakup komponen ganti rugi bagi anak yang meninggal dunia.
"Dihitung dari mulai hamil, persalinan, balita dihitung semua termasuk biaya perawatan di rumah sakit. Kalau (kerugian) inmateriil kita proyeksikan sampai anak itu usia pensiun dengan nilai yang minimal. Itu pun tidak kita masukkan semua. Hanya sekian persen," ujar Awan.
Jika gugatan dikabulkan, para korban berharap mendapat ganti rugi sebagaimana diputuskan majelis hakim. Namun bila tergugat tak bisa membayar, penggugat mencantumkan mekanisme penyitaan aset dalam petitumnya.
"Kita meminta pembayaran kalau tidak dilakukan langsung maka ada sita jaminan," ucap Awan.
Selain itu, Awan menjelaskan pembagian ganti rugi korban nantinya diatur lewat putusan. Bahkan nantinya korban kasus gagal ginjal lain yang tak memberi kuasa kepada Awan juga bisa menerima manfaat bila majelis hakim menyatakan demikian.
"Sebenarnya sebelum gugatan dibacakan, hakim akan tentukan apakah sah atau tidak itu dulu. Kalau ditentukan sah maka gugatan ini akan wakili semua korban walau tidak berikan kuasa. Kalau sudah disahkan ikuti proses sidang, habis itu diputus maka akan melingkupi semuanya," ucap Awan.
"Ketika hakim putuskan ini sah maka penggugat diminta sampaikan ke media massa nasional supaya (korban) yang lain bisa gabung, nanti putusan itu akan ditentukan gimana penyalurannya," sebut Awan.
Diketahui, gugatan ini ditarik sementara untuk diajukan lagi dengan gugatan baru karena penambahan pemberi kuasa. Gugatan ini ditujukan kepada sembilan pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Kementerian Kesehatan.
Dalam petitumnya, penggugat menyebutkan sejumlah poin. Pertama, mengabulkan gugatan perwakilan kelompok (class action) para penggugat untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang diajukan oleh Para Penggugat atas seluruh kekayaan dari TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII baik berupa: Kantor, rumah, tanah, kendaraan bermotor dan sita saham milik TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII termasuk saham Perseroan yang daftar hartanya akan diajukan secara tertulis dan agar TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI dan TERGUGAT VII dihukum untuk membayar kerugian yang dialami PARA PENGGUGAT;
"Ketiga, menyatakan PARA TERGUGAT (TERGUGAT I, TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV, TERGUGAT V, TERGUGAT VI, TERGUGAT VII, TERGUGAT VIII, dan TERGUGAT IX) telah melakukan perbuatan melawan hukum," tulis petitum penggugat.
Terakhir, penggugat menginginkan penetapan prosedur pelaksanaan pembagian atau penyerahan ganti rugi kepada Tim Para Penggugat yang terdiri dari kuasa hukum dan Wakil Kelompok untuk diserahkan kepada masing-masing Penggugat.