Sabtu 17 Dec 2022 11:59 WIB

Revisi UU IKN Bukti tak Yakinnya Investasi Swasta

Pemerintah dianggap memaksakan penggunaan APBN terburu-terburu untuk IKN.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah mobil melintas di jalan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Ahad (6/2/2022). Dalam Pasal 6 UU IKN telah diatur mengenai cakupan wilayah IKN yang meliputi daratan seluas 256.142 hektare serta wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare dan luas wilayah darat IKN Nusantara dari 56.180 hektare kawasan IKN Nusantara dan 199.962 kawasan pengembangan.
Foto: ANTARA/Bayu Pratama S
Sejumlah mobil melintas di jalan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Ahad (6/2/2022). Dalam Pasal 6 UU IKN telah diatur mengenai cakupan wilayah IKN yang meliputi daratan seluas 256.142 hektare serta wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare dan luas wilayah darat IKN Nusantara dari 56.180 hektare kawasan IKN Nusantara dan 199.962 kawasan pengembangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang juga anggota Komisi V DPR Irwan mengkritisi upaya pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). Salah satu poin revisinya adalah terkait pembiayaan pembangunan IKN Nusantara.

Usaha pemerintah untuk melakukan revisi UU IKN terkesan demi menutupi kesalahan perencanaan dan pembiayaan IKN. Tentu hal tersebut sangat disesalkan, mengingat pembiayaan IKN melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah berjalan sejak 2022.

Baca Juga

"Pemerintah memaksakan penggunaan APBN terburu-terburu tanpa ada batasan yang jelas dan tegas berapa yang akan digunakan. Pernyataan pak Yasona yang mengakui UU IKN direvisi agar pemerintah dapat menggunakan APBN untuk mendanai IKN membuktikan bahwa pemerintah tidak yakin IKN didukung investasi swasta apalagi dari investasi asing," ujar Irwan lewat keterangannya, dikutip Sabtu (17/12/2022).

Di samping itu, ia menyoroti janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang disebut hanya akan menggunakan 20 persen APBN dari total dana Rp 486 triliun untuk pembangunan IKN Nusantara. Diketahui, janji pemerintah adalah menggunakan 80 persen pembiayaan IKN melalui skema KPBU, investasi swasta, maupun BUMN dan BUMD.

Namun, ia yang juga merupakan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR berkesempatan berkunjung ke Dubai dan Abu Dhabi. Di sana, mereka mengonfirmasi ihwal investasi Dubai Islamic Bank, Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), dan Abu Dhabi Developmental Holding Company (ADQ) di IKN Nusantara.

"Saya tanya, Presiden Indonesia telah menetapkan ibu kota baru di Kalimantan Timur.  Pertanyaan saya, apakah ada rencana partisipasi investasi dalam pembangunan infrastruktur di IKN?" tanya Irwan kepada Dubai Islamic Bank, Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), dan Abu Dhabi Developmental Holding Company (ADQ).

"Jawab mereka semua adalah tidak ada. Mereka justru mempertanyakan pemerintah mau bikin apa, peta jalan investasinya apa? Mereka belum melihat sesuatu dari IKN ini," ujar Irwan.

Jika jawaban Dubai Islamic Bank, Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), dan Abu Dhabi Developmental Holding Company (ADQ) benar, artinya data investasi swasta oleh pemerintah terkait IKN itu bohong. Ia menyebut, pemerintah telah memberikan harapan palsu kepada rakyat.

"Sehingga janji hanya 20 persen APBN untuk IKN ini patut diawasi, mengingat APBN juga masih dibutuhkan untuk pembangunan yang merata di seluruh Tanah Air Indonesia," ujar Irwan.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia, menyampaikan alasan Softbank Group batal berinvestasi di proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), adalah karena Indonesia menginginkan model investasi yang adil.

Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/12/2022), Bahlil menjelaskan, Founder dan CEO Softbank Masayoshi Son memang pernah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia mengaku, pernah beberapa kali ikut melakukan pendekatan ke triliuner asal Jepang tersebut.

"Proposal yang ditawarkan, menurut kami, untung bagi dia, nggak untung ke negara. Dan kami nggak mau didikte," ujarnya di depan anggota dewan. Bahlil mencontohkan, tawaran yang disampaikan Softbank salah satunya adalah mereka menentukan internal rate of return (IRR) atau tingkat pengembalian modal sendiri.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement