Senin 19 Dec 2022 12:20 WIB

Sudirman Said Jelaskan Alasan Mengapa Politik tak Bisa Menjadi Karier

Jabatan presiden, sebut Sudirman Said, tak bisa dijadikan karier.

Rep: Mabruroh/ Red: Indira Rezkisari
Sudirman Said
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sudirman Said

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Institut Harkat Negeri (IHN), Sudirman Said menegaskan bahwa politik bukanlah sebuah karier. Jika politik dianggap sebagai karier maka yang terjadi, orang enggan untuk melepaskan apabila sudah berada di puncak karier tersebut.

“Yang menjadi problem itu kalau politik dianggap sebagai karier, karier itu dikejar begitu dapat engga dilepas-lepas, itu problem. Politik itu tidak boleh menjadi karier, artinya ketika dipanggil datang, bekerja, begitu selesai ya selesai,” kata dia dalam sebuah diskusi di Ngopi dari Sebrang Istanah dalam tema ‘Merangkum 2022 Menyambut 2023’

Baca Juga

Presiden ketiga RI, BJ Habibie, menurutnya menjadi presiden terbaik yang mempraktikkan etik. Habibie bisa saja ngotot mempertahankan jabatannya menjadi orang nomor satu di Indonesia dengan melobi partai-partai politik.

“Tapi begitu dikatakan pertanggungjawabanmu tidak diterima MPR, beliau menyadari ya sudah. Beliau menyiapkan pemilu dengan baik, dalam waktu yang sangat singkat Pak Habibie mengembalikan bukan saja stabilitas ekonomi tapi juga politik, hukum, bahkan membebaskan tahanan politik dan pers,” ungkap Sudirman.

“Jadi saya ingin menyampaikan pesan kepada Presiden kita, akan lebih elok jika kita membantu beliau, mendoakan beliau, agar selesai dengan husnul khotimah, menyiapkan garis finishnya dengan baik,” kata Sudirman.

Menurut Sudirman, seorang pemimpin yang menawan adalah ketika dia berhasil menumbuhkan pemimpin berikutnya yang lebih baik. Ketika dia mau melepaskan politiknya dan bukan menganggapnya sebagai karier dengan mengukur seberapa besar dia meninggalkan warisan kenegaraannya.

“Tugas akhir Presiden adalah menyiapkan pemerintahan yang lebih baik dari saat sekarang. Jujur itu satu pemimpin yang paling indah,” kata Sudirman.

Peneliti Utama BRIN Siti Zuhro menambahkan, apabila pejabat-pejabat saat ini menganggap politik sebagai karier mereka maka pantas saja mereka enggan untuk melepaskan. Sebagai elite negara ujarnya, seharusnya bisa menjadi teladan untuk masyarakat dalam mempraktikkan demokrasi dan Pancasila

“Lah ketika pejabat-pejabat menganggap politik itu sebagai karier, etika tidak dipertimbangkan, alias etika norma kepatutan itu dinafikan oleh mereka karena kompetisinya, ya mohon maaf tidak buruk lagi, jorok,” kata Zuhro.

“Katanya Indonesia ini bangsanya beradab 5 sila, tapi itu pula yang tidak dilakukan oleh elite, tidak direpleksikan, elite tidak memberikan teladan kepada masyarakat sehingga etika diterobos melulu. Lalu mencari justifikasi, oh tidak ada rujukannya tidak apa-apa, oh ini hanya simulasi, ini hanya testing the water (cek ombak), masa oleh lembaga tinggi negara.  Ini yang tidak elok menurut saya,” kata Zuhro.

Sebelumnya Ketua MPR menggaungkan kembali isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden. Hal itu disampaikan hal itu disampaikan Bamsoet dalam sebuah acara survei Poltracking, di mana hasil survei menyebutkan sebanyak 73,2 persen publik puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dan Maruf Amin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement