REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan pentingnya revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Revisi KUHAP salah satunya berguna mencegah kesewenangan aparat penegak hukum.
Pria yang akrab disapa Prof Eddy itu mengatakan, KUHAP lahir di masa kejayaan Orde Baru (Orba). Karena itu, menurutnya, KUHAP tak menggunakan perspektif HAM dalam pembentukan hingga penerapannya.
"Kenapa KUHAP harus diaudit? Saya yakin dan percaya bahwa audit KUHAP itu tidak disusun dalam perspektif HAM karena itu lahir tahun 1981 dimana rezim orba sedang kuat-kuatnya. Jadi saya nggak percaya KUHAP disusun dalam perspektif HAM," kata Prof Eddy dalam seminar Audit KUHAP yang digelar ICJR pada Selasa (20/12/2022).
Prof Eddy juga menyoroti KUHAP perlu direvisi guna mencegah kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. Dengan demikian, KUHAP tak hanya dijadikan alat yang menitikberatkan pada pemidanaan seseorang, melainkan sarana yang menjadi pagar kewenangan aparat.
"Yang harus diluruskan pada landasan filosofis pembentukan KUHAP harus dipahami bahwa filosofis hukum acara pidana bukan untuk memproses tersangka. Filosofis hukum acara pidana adalah untuk cegah jangan sampai aparat penegak hukum bertindak sewenang-wenang. Itu yang harus dipahami bersama. Saya nggak lihat itu dalam KUHAP. Karena dia (aparat) punya kekuatan begitu besar," ujar Prof Eddy.
Prof Eddy lantas mendorong penyusunan revisi KUHAP dilakukan secara partisipatif dari berbagai pihak. Sebab selama ini, menurutnya KUHAP disusun dalam sudut pandang aparat penegak hukum.
Ia menawarkan agar pengacara pun dilibatkan dalam revisi KUHAP karena bersinggungan dengan hak tersangka. "Saya sering berseloroh katakan teman-teman polisi dan jaksa bekerja dalam konteks KUHAP, teman-teman itu tidur (kasus) bisa terbukti di pengadilan karena kewenangannya besar. Sehingga saya paham teman-teman lawyer bekerja dalam konteks KUHAP itu harus usaha luar biasa karena tidak ada perlindungan," ucap Prof Eddy.
Sebelumnya, pemerintah dan DPR akhirnya mencapai kata sepakat soal RKUHP hingga disahkan menjadi KUHP baru. Sedangkan Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan berdasarkan kesepakatan informal antara Komisi III dengan Pemerintah Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) akan menjadi inisiatif DPR. DPR telah menerima masukan bagi bagi RUU KUHAP.