Selasa 20 Dec 2022 21:53 WIB

Komnas Perempuan Desak DPR Sahkan RUU PPRT

Ada sebanyak 813 kasus kekerasan terhadap PMI perempuan sepanjang 2016-2022.

Peserta dengan membawa poster mengikuti puncak peringatan Hari Pekerja Migran Internasional (HPMI) 2022 Kawasan Thamrin 10, Jakarta, Ahad (18/12/2022). Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengelar peringatan HPMI 2022 dengan tema Stop Human Trafficking: Pekerja Migran Bermartabat, Negara Berdaulat,digelorakan sebagai peringatan bahaya tentang perdagangan orang, sekaligus ajakan perang melawan sindikat penempatan illegal PMI. Republika/Prayogi.
Foto: Republika/Prayogi
Peserta dengan membawa poster mengikuti puncak peringatan Hari Pekerja Migran Internasional (HPMI) 2022 Kawasan Thamrin 10, Jakarta, Ahad (18/12/2022). Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mengelar peringatan HPMI 2022 dengan tema Stop Human Trafficking: Pekerja Migran Bermartabat, Negara Berdaulat,digelorakan sebagai peringatan bahaya tentang perdagangan orang, sekaligus ajakan perang melawan sindikat penempatan illegal PMI. Republika/Prayogi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komnas Perempuan mendesak DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). UU PPRT disebut sebagai upaya mewujudkan perlindungan komprehensif pekerja rumah tangga (PRT), baik PRT migran maupun dalam negeri.

"DPR agar segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT dan meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga," kata anggota Komnas Perempuan Theresia Iswarini saat dihubungi di Jakarta, Selasa (20/12/2022).

Baca Juga

Komnas Perempuan juga meminta masyarakat dan media mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) dan mengawal serta mendesak pengesahan RUU PPRT.

Dalam peringatan Hari Buruh Migran Internasional 2022, Komnas Perempuan juga mendorong pemerintah untuk memastikan adanya mekanisme pengawasan yang melibatkan masyarakat dan lembaga-lembaga negara terkait. Termasuk lembaga negara HAM yang terintegrasi dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Hal itu untuk menjamin perlindungan, penegakan, dan pemenuhan hak PMI terutama perempuan," kata Theresia Iswarini.

Pemerintah juga diminta melibatkan organisasi pekerja migran dan keluarganya dalam penyusunan kebijakan dan program responsif gender terkait pekerja migran. Theresia Iswarini menuturkan berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), persentase perempuan PMI meningkat drastis dari 57 persen pada 2014 menjadi 70 persen pada 2019, pada saat jumlah PMI secara keseluruhan mengalami penurunan.

Persentase perempuan PMI yang bekerja di sektor informal termasuk PRT, juga meningkat dari 42 persen pada 2014 menjadi 51 persen pada 2019. "Menariknya, meski pandemi Covid-19 melanda, persentase perempuan PMI yang bermigrasi justru meningkat hingga 88 persen pada 2021 dan khusus pada perempuan PMI di sektor informal meningkat menjadi 77 persen pada 2021," katanya.

Theresia mengatakan, meski jumlah PMI perempuan terus meningkat, bahkan pada saat pandemi, namun masih terus terjadi keberulangan kekerasan berbasis gender dan diskriminasi terhadap PMI. Termasuk setelah disahkannya UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Catatan Tahunan Komnas Perempuan merilis ada sebanyak 813 kasus kekerasan terhadap PMI perempuan sepanjang 2016-2022.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement