Kamis 22 Dec 2022 13:47 WIB

Omar Al-Bashir Mengaku Bertanggung Jawab Atas Kudeta 1989 di Sudan

Omar Al-Bashir, mengaku bertanggung jawab atas kudeta pada 1989

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Sudan Omar Hassan Al-Bashir.
Foto: guardian.co.uk
Presiden Sudan Omar Hassan Al-Bashir.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Presiden Sudan yang digulingkan, Omar Al-Bashir, mengaku bertanggung jawab atas kudeta pada 1989. Al-Bashir mengungkapkan pengakuan itu di depan pengadilan di Ibu Kota, Khartoum pada Selasa (20/12/2022).

"Saya memikul tanggung jawab penuh atas peristiwa Juni 1989," ujar Al-Bashir, dilaporkan Middle East Monitor, Rabu (21/12/2022).

Namun, Al-Bashir yang memerintah Sudan selama hampir 30 tahun, tidak menyatakan penyesalan kudeta itu. Al-Bashir justru berbicara tentang pencapaian pemerintahannya terkait dengan konsensus nasional, perdamaian, ekstraksi minyak, dan pembangunan infrastruktur.

"Kami mengundang 77 pemimpin partai untuk berdialog setelah peristiwa 1989, dengan tujuan memulihkan perdamaian di negara itu. Kami memberikan perhatian pada masalah perdamaian karena itu adalah kunci untuk menyelesaikan semua masalah yang diderita negara, dan kami berusaha untuk mencapainya," ujar Al-Bashir.

Al-Bashir mengeklaim pemerintahannya telah mencapai sukses besar. Dia mengatakan, tujuan kudeta bukan untuk merebut kekuasaan melainkan melayani dan mensejahterakan rakyat.

"Kami sukses besar, kami ingin melayani rakyat Sudan dan tujuan kami bukanlah kekuasaan," kata Al-Bashir.

Al-Bashir membantah bahwa ada partisipasi warga sipil dalam pelaksanaan kudeta 1989. "Saya tidak mengenal warga sipil mana pun dalam pertemuan persiapan kudeta," ujarnya.

Pada 30 Juni 1989, Al-Bashir melakukan kudeta militer terhadap pemerintahan Perdana Menteri Sadiq Al-Mahdi. Al-Bashir kemudian menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan yang dikenal sebagai Revolusi Keselamatan Nasional.  Pada tahun yang sama ia menjadi presiden Sudan.

Al-Bashir ditempatkan di Penjara Pusat Kober, di sebelah utara Khartoum, setelah tentara menggulingkannya dari kursi kepresidenan pada 11 April 2019. Dia digulingkan setelah tiga dekade berkuasa.  Dia disingkirkan di bawah aksi protes besar-besaran akibat situasi ekonomi yang memburuk.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement