Sabtu 24 Dec 2022 11:47 WIB

LPSK: Jangan Lupakan Restitusi Korban Kasus Investasi Ilegal dan Robot Trading

Terdapat beragam modus dalam investasi ilegal dan robot trading.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kiri).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta aparat penegak hukum mengutamakan kepentingan korban dalam kasus investasi ilegal dan robot trading. Sebab, para korban ini justru ada yang tak kunjung mendapat restitusi. 

Pada pemeriksaan persidangan, LPSK sempat dihadirkan sebagai saksi terkait restitusi. LPSK mengapresiasi Putusan Pengadilan Negeri Surabaya (7/12/2022) yang telah memutus perkara Robot Trading Viral Blast. 

Dalam putusan tersebut para Terdakwa dipidana melakukan tindak pidana penipuan dan pemufakatan jahat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dan divonis penjara selama 12 tahun, denda Rp 10 miliar dan subsider 1 tahun. 

Pada putusan hakim atas terdakwa Mingus Umbah, Hakim menetapkan barang bukti berupa rekening tabungan dan sejumlah uang tunai. Serta, benda bergerak dan tidak bergerak diserahkan kepada LPSK untuk dibagikan secara proporsional melalui prosedur restitusi.

Namun, putusan dalam perkara serupa tidak mengakomodasi restitusi dan menerapkan perampasan aset dari kejahatan untuk negara, misal dalam perkara Binomo dan Quotex (Olymtrade). Dua perkara ini dinilai hakim sebagai judi. 

"Dalam perkara Fahrenheit Putusan Hakim menyatakan pengembalian aset hasil kejahatan kepada korban namun tidak menggunakan mekanisme restitusi sebagaimana peraturan perundang-undangan. Sedangkan pada perkara Evotrade tidak ada restitusi," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam keterangan yang dikutip pada Sabtu (24/12). 

Edwin menyatakan, restitusi merupakan bentuk ganti rugi yang dialami korban. Restitusi yang harus dibayarkan oleh pelaku tindak pidana bertujuan mengganti kerugian atas kehilangan kekayaan, ganti kerugian akibat tindak pidana yang dilakukan, dan meringankan penderitaan korban. 

"Tata cara pengajuan dan pemberian restitusi kepada korban tindak pidana juga dilaksanakan sejak kasusnya berada dalam tahap penyidikan maupun penuntutan," ujar Edwin.

Edwin mengungkap, terdapat beragam modus dalam investasi ilegal dan robot trading. Sehingga kerugian pada korban harus dikembalikan. 

"Aparat penegak hukum tidak hanya berorientasi pada pelaku, tapi juga mengurangi dampak kerugian yang dialami korban atas tindak pidana tersebut dengan memfasilitasi restitusi," ucap Edwin. 

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Aturan itu didukung Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana. 

"Dalam perkembangan sistem peradilan pidana tidak hanya berorientasi kepada kepentingan pelaku, tetapi juga berorientasi kepada perlindungan korban," tegas Edwin. 

Sebelumnya, LPSK menerima 4.550 pengajuan restitusi para korban Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari perkara 15 platform robot trading dan investasi ilegal. Data ini diperoleh sejak Maret-Desember 2022.

Tercatat, permohonan restitusi ke LPSK dalam perkara investasi ilegal dan robot trading meliputi 15 platform meliputi: Fahrenheit, Viralblast, Binomo, Quotex, Olymtrade, DNA Pro, KSP Indo Surya, Fikasa, Sunmod Alkes, Evotrade, Yagoal, ATG, FIN888, NET 89 dan KSP Sejahtera Bersama. 

Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.063 permohonan yang telah dilakukan penghitungan oleh LPSK dengan jumlah total mencapai Rp. 1.963.967.880.292 atau Rp1,9 triliun. Sisanya, sebanyak 487 permohonan tidak dapat dilakukan proses penghitungan karena tidak dapat memberikan data dukung atas kerugian, seperti pemohon dalam perkara Evotrade. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement