Jumat 30 Dec 2022 01:48 WIB

Profesor di Afghanistan Robek Ijazah Protes Larangan Universitas Perempuan

Aksi profesor di Afghanistan robek ijazah memicu reaksi positif di media sosial

Rep: Mabruroh, Kamran Dikarma/ Red: Nashih Nashrullah
 Pelajar perempuan Afghanistan meninggalkan Kabul University di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan menghadiri universitas di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Pelajar perempuan Afghanistan meninggalkan Kabul University di Kabul, Afghanistan, 21 Desember 2022. Taliban yang berkuasa telah melarang perempuan menghadiri universitas di Afghanistan, menurut perintah yang dikeluarkan pada 20 Desember 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON — Seorang profesor di Universitas Kabul merobek ijazahnya di televisi langsung untuk memprotes larangan yang diberlakukan Taliban kepada perempuan untuk masuk universitas. 

Tindakan  tersebut sengaja dilakukan sebagai bentuk protes dan solidaritas, yang pertama kali ditayangkan di TOLOnews. 

Baca Juga

Dalam video itu, pria itu, yang diidentifikasi sebagai Ismail Mashal, mengatakan bahwa negaranya bukan tempat untuk pendidikan.

"Jika saudara perempuan saya dan ibu saya tidak dapat belajar, maka saya tidak menerima pendidikan ini," lanjut Mashal, sebelum merobek ijazahnya di depan kamera dengan suara bergetar. 

Video yang kini viral itu dibagikan Shabnam Nasimi, mantan penasihat kebijakan pemerintah Inggris tentang pemukiman kembali Afghanistan, di akun Twitter resminya. 

"Adegan menakjubkan sebagai profesor universitas Kabul menghancurkan ijazahnya di TV langsung di Afghanistan," katanya dilansir dari Arab News, Kamis (29/12/2022). 

Klip itu dengan cepat menggemparkan internet, dengan banyak pengguna memuji keberanian Mashal. 

"Pria ini mempertaruhkan nyawanya dan keluarganya melalui tindakannya. Dia menggunakan hak istimewanya untuk berbicara bagi yang paling kurang mampu di negaranya," kata seorang pengguna. 

"Kamu bisa merasakan emosi dan keputusasaannya. Jadi berani tapi juga sangat menyedihkan," sahut yang lain. 

Setelah pengambilalihannya pada Agustus 2021, Taliban mengklaim bahwa perempuan akan terus diizinkan untuk melanjutkan pendidikan tinggi, tetapi aturan dan pembatasan ketat akan diterapkan. 

Namun, pekan lalu pemerintah mengumumkan bahwa perempuan tidak akan lagi diizinkan untuk kuliah di perguruan tinggi dan universitas, memicu kecaman dan keputusasaan internasional di kalangan anak muda di negara itu.

Sementara itu, akibat larangan tersebut, setidaknya 35 universitas di Afghanistan berisiko tutup akibat kebijakan Taliban melarang perempuan berkuliah. Hal itu secara langsung memangkas pemasukan bagi universitas dan lembaga pendidikan tinggi lain yang mayoritas mahasiswanya adalah perempuan.

Sejumlah negara Muslim seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Pakistan, Turki, termasuk Indonesia, telah mengkritik langkah Taliban melarang kaum perempuan Afghanistan berkuliah. PBB serta sejumlah negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris turut mengecam kebijakan Taliban tersebut. 

 

Sumber: arabnews 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement