REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendukung sistem proporsional tertutup digunakan dalam pemilihan umum (pemilu). Namun, partai berlambang kepala banteng itu akan taat asas dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ketika Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan ya sikap PDI Perjuangan taat asas, kami ini taat konstitusi," ujar Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (3/1/2022).
Fraksi PDIP juga menghargai delapan fraksi di DPR yang sudah menyatakan menolak sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024. Kendati demikian, sistem proporsional tertutup disebutna memiliki kelebihan ketimbang proporsional terbuka.
Pertama adalah mengefektivitaskan anggaran pelaksanaan pemilu. Ia berkaca pada Pemilu 2004, yang terdiri dari pemilihan legislatif dan dua putaran pemilihan presiden telah menghabiskan anggaran sekira Rp 3,9 triliun.
"Kalau dengan inflasi 10 persen saja, ditambah dengan adanya (anggaran untuk) Bawaslu, dan sebagainya itu perkiraan Rp 31 triliun, tetapi nanti KPU yang lebih punya kewenangan untuk menghitung biaya pemilu bersama pemerintah. Jadi ada penghematan," ujar Hasto.
Selain itu, sistem proporsional tertutup mendorong partai politik melakukan pendidikan politik dan kaderisasi yang baik di internalnya. Bukan menjadi peserta pemilu yang hanya mengandalkan popularitas untuk menang.
"Kami ingin mendorong mekanisme kaderisasi di internal partai, kita bukan partai yang didesain untuk menang pemilu, tapi sebagai partai yang menjalankan fungsi kaderisasi, pendidikan politik. Memperjuangkan aspirasi rakyat menjadi kebijakan publik dan di situlah proporsional tertutup kami dorong," ujar Hasto.
Di samping itu, ia menyebut bahwa sistem proporsional tertutup membuka berbagai kalangan seperti akademisi, purnawirawan, dan tokoh agama terpilih menjadi anggota legislatif. Karena basisnya adalah kompetensi.
"Jadi proporsional tertutup base-nya adalah pemahaman mengenai fungsi-fungsi dewan, sedangkan terbuka adalah popularitas," ujar Hasto.
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih mencoblos partai politik, bukan caleg. Di kertas suara hanya terpampang nama partai. Siapa calon yang akan menduduki kursi parlemen ditentukan sepenuhnya oleh partai lewat urutan tertinggi dalam daftar.
Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos partai politik ataupun caleg yang diinginkan. Sistem proporsional terbuka ini mulai diterapkan di Indonesia sejak Pemilu 2009.