Rabu 04 Jan 2023 09:26 WIB

Kasus AKBP Bambang Kayun, KPK Sayangkan Aparat Penegak Hukum Terima Suap

KPK menyayangkan aparat penegak hukum terima suap dalam kasus AKBP Bambang Kayun.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Bilal Ramadhan
Tersangka AKBP Bambang Kayun berjalan menuju mobil tahanan. KPK menyayangkan aparat penegak hukum terima suap dalam kasus AKBP Bambang Kayun.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka AKBP Bambang Kayun berjalan menuju mobil tahanan. KPK menyayangkan aparat penegak hukum terima suap dalam kasus AKBP Bambang Kayun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Polri, AKBP Bambang Kayun ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap dan gratifikasi penanganan perkara di Mabes Polri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menyayangkan adanya aparat penegak hukum yang terlibat kasus suap.

"KPK menyayangkan adanya aparat penegak hukum yang seharusnya mengembang amanah untuk menegakkan norma-norma hukum yang berlaku, namun justru melakukan praktik korupsi dengan menerima suap dan gratifikasi dari pihak yang berperkara," kata Ketua KPK, Firli Bahuri di Jakarta, Selasa (3/1/2023).

Baca Juga

"Hal ini tentu telah mencederai marwah hukum di Indonesia," sambungnya menjelaskan.

Firli mengatakan, KPK pun terus intens melakukan upaya pencegahan dengan berkolaborasi bersama para pihak terkait, agar modus tindak pidana korupsi ini tidak kembali terulang. Dia menyebut, pihaknya pun bakal mengusut tuntas kasus Bambang.

"KPK berkomitmen untuk menuntaskan setiap perkara yang ditangani. Sehingga, meminta kepada para pihak terkait untuk kooperatif dalam setiap proses hukum," jelas dia.

KPK resmi menahan Bambang Kayun, Selasa (3/1/2023). Dia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait dengan pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris PT Aria Citra Mulia (ACM).

Kasus ini bermula saat adanya laporan terkait dugaan pemalsuan surat dalam perebutan hak ahli waris PT ACM yang masuk ke Bareskrim Polri. Dalam laporan itu, Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW) merupakan pihak terlapor.

Saat itu, Bambang menjabat sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri. Atas pelaporan tersebut, Emilya Said dan Herwansyah diperkenalkan dengan Bambang untuk berkonsultasi.

Dari kasus yang disampaikan oleh Emilya dan Herwansyah, Bambang kemudian diduga menyatakan siap membantu keduanya dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang.

Selanjutnya, Bambang menyarankan mereka untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

Dalam perjalanan kasusnya, Emilya dan Herwansyah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Polri. Terkait penetapan status ini, atas saran lanjutan dari Bambang, maka keduanya mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dengan saran tersebut, tersangka BK menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari ES dan HW dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaannya.

Selama proses pengajuan praperadilan, diduga Bambang membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum Polri untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan. Sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka terhadap Emilya dan Herwansyah tidak sah.

Kemudian, Bambang diduga menerima satu unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh dia pada Desember 2016.

Namun, sekitar bulan April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama. Bambang diduga juga kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari keduanya untuk membantu pengurusan perkara dimaksud.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement