REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) menugaskan Perum Bulog untuk memiliki dan mengelola cadangan beras pemerintah atau CBP sebanyak 2,4 juta ton mulai tahun ini. Jumlah tersebut dianggap cukup aman untuk kebutuhan operasi pasar beras sekaligus sebagai stok cadangan.
Deputi Bidang ketersediaan dan Stabilitasi NFA, I Gusti Ketut Astawa, menjelaskan, pengelolaan stok sebanyak 2,4 juta ton itu dapat dilakukan secara bertahap oleh Bulog.
Seperti diketahui, dalam beberapa tahun terakhir, Bulog hanya mendapatkan penugasan untuk menyimpan cadangan sebanyak 1,2 juta ton. Adapun stok beras yang dikuasai Bulog hingga saat ini sekitar 700 ribu ton, terdiri dari beras lokal dan impor.
Ketut mengatakan, dari 2,4 juta ton itu, sebanyak 1,2 juta ton dialokasikan untuk kebutuhan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) atau operasi pasar beras sepanjang tahun.
Selain itu operasi pasar, juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah pangan, bantuan pangan, kerja sama internasional, serta bantuan pangan luar negeri dan keperluan lain yang ditetapkan pemerintah.
Adapun 1,2 juta ton sisanya harus disiapkan sebagai stok akhir tahun untuk mengamankan kebutuhan di awal 2024.
"Jadi bisa saja bertahap pencapaian 2,4 juta tersebut. Namun intinya untuk intervensi dialokasikan 1,2 juta ton dan diwajibkan di akhir tahun 1,2 juta ton," kata Ketut kepada Republika.co.id, Senin (9/1/2023).
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, pemerinah belum berencana kembali menjadikan Bulog sebagai penyalur tunggal program bantuan beras atau Rastra seperti dahulu.
Pasokan 2,4 juta ton dapat dipenuhi Bulog karena kapasitas gudang saat ini yang mencapai 3,5 juta ton. Ia pun mengingatkan, penambahan volume CBP juga dilakukan demi mengindari terulangnya krisis cadangan beras di Bulog yang terjadi pada akhir 2022.