REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sepekan terakhir, isi memoar Spare milik Pangeran Harry menjadi perbincangan publik. Lewat memoar tersebut, Harry mengungkapkan berbagai masalah pribadinya serta hubungan dengan kakaknya Pangeran William, ayah dan ibu tirinya, hingga pengakuannya telah membunuh 25 orang saat tugas militer di Afghanistan.
Tak heran, Spare kini menjadi salah satu memoar kerajaan terlaris dalam sejarah Inggris. Namun apakah semua detail dalam buku itu benar-benar perlu diungkapkan kepada dunia? Ataukah tindakan Harry termasuk oversharing?
Oversharing merujuk pada keadaan di mana seseorang berbagi informasi pribadi terlalu banyak kepada khalayak umum atau orang asing. Pakar seks dan hubungan sekaligus penulis senior di Practical Psychology, Niki Davis-Fainbloom, mengatakan ada beberapa alasan seseorang bertindak oversharing. Menurut dia, individu mungkin oversharing karena ingin mendapatkan perhatian, validasi, mengedepankan emosi, norma sosial yang mendorong berbagi, atau masalah kesehatan mental.
Selain itu, oversharing juga bisa menjadi cara bagi seseorang untuk mendapatkan perhatian atau kekaguman dari orang lain, atau tanda kurangnya batasan yang sehat dalam hubungan. Dia mengatakan, berbagi informasi pribadi dapat membantu seseorang memproses emosi mereka dan merasa lebih terhubung dengan orang lain.
"Dalam beberapa kelompok sosial, berbagi secara berlebihan dapat dianggap sebagai perilaku normal atau yang diharapkan,” kata Davis-Fainbloom seperti dilansir Huffington Post, Kamis (12/1/2023).
Pertanyaannya kemudian, keadaan emosional apa yang dialami ketika seseorang oversharing? Kebanyakan orang mengalami emosi yang kuat ketika mereka oversharing.
Davis-Fainbloom mengatakan, ini mungkin termasuk kebutuhan akan validasi atau perhatian, perasaan rentan atau tidak aman, atau keinginan untuk terhubung dengan orang lain pada tingkat yang lebih dalam.
Ada kemungkinan keadaan emosional ini muncul sebagai akibat dari tantangan pribadi atau peristiwa kehidupan yang signifikan, dan oversharing dapat berfungsi sebagai mekanisme penanggulangan untuk memproses dan mengatur emosi. Merefleksikan motivasi di balik keinginan untuk berbagi cerita juga dapat memberikan gambaran bagaimana cara berbagi yang sehat.
Menurut dia, berbagi informasi pribadi dengan orang lain bisa menjadi cara sehat dan tepat untuk memproses dan mengatur emosi, terhubung dengan orang lain, dan mendapatkan dukungan. "Tetapi sebelum berbagi detail intim, Anda harus bertanya pada diri sendiri mengapa merasa perlu melakukannya," jelasnya.
Anda juga harus mempertimbangkan dampak potensial dari tanggapan orang lain terhadap diri sendiri. Mempertahankan batasan yang sehat bisa memastikan bahwa apapun yang Anda bagikan kepada publik tetap menghormati dan mempertimbangkan diri sendiri dan orang lain.
Apakah oversharing sama dengan vulnerability (kerentanan)? Davis-Fainbloom mengatakan, oversharing berarti berbagi secara berlebihan mengacu pada tindakan berbagi terlalu banyak informasi pribadi, sering kali dengan cara tidak pantas atau sembrono. Di sisi lain, vulnerability mengacu pada kesediaan untuk terbuka jujur tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman seseorang, bahkan ketika melakukannya mungkin sulit atau tidak nyaman.
Keduanya melibatkan pembagian informasi pribadi, tetapi perbedaan utamanya terletak pada maksud dan konteks di mana informasi tersebut dibagikan. “Oversharing dapat dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan perhatian atau validasi dan mungkin tidak mempertimbangkan dampaknya terhadap diri sendiri atau orang lain. Kerentanan, di sisi lain, melibatkan kesediaan untuk terbuka dan jujur tentang pengalaman seseorang dengan cara memupuk hubungan yang lebih dalam,” kata Davis-Fainbloom.
“Bila dilakukan dengan cara yang sehat dan tepat, vulnerability dapat menjadi alat yang ampuh untuk membangun kepercayaan dan memupuk hubungan yang bermakna,” tambah dia.
Lantas mengapa seseorang seperti Pangeran Harry merasa perlu untuk berbagi terlalu banyak?
Anda harus mempertimbangkan berbagai faktor yang berkontribusi pada kecenderungan individu untuk oversharing. Dalam kasus Pangeran Harry, kata Davis-Fainbloom, menjadi figur publik dan mengalami trauma pribadi yang signifikan dapat berkontribusi pada keinginannya untuk berbagi informasi pribadi sebagai cara mengatasi emosi atau berhubungan dengan orang lain.
“Perlu dicatat juga bahwa individu yang pernah mengalami trauma, terutama di masa kanak-kanak, mungkin berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan PTSD,” kata dia.
Kondisi ini berpotensi memengaruhi pengaturan emosi dan mengarah pada kecenderungan untuk oversharing. Penting untuk mempertimbangkan keadaan ini saat menilai perilaku individu dan berusaha memberikan dukungan dan pengertian.