REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga korban gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) menghadiri sidang perdana gugatan perwakilan kelompok alias class action terkait GGAPA pada Selasa (17/1/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Mereka menuntut keadilan atas kasus tersebut.
Perwakilan keluarga korban, Safitri mengungkapkan alasan pengajuan gugatan agar ada efek jera terhadap pihak yang terlibat dalam GGAPA. Safitri kehilangan satu orang anaknya karena mengalami GGAPA.
"Tidak menutup perasaan kami sebagai orang tua, terkhusus saya wakili anak yang meninggal agar ada sanksi,efek jera yang didapatkan para pihak terkait. Ini bukan sekedar kembalikan anak kami, tapi ada hak anak kami semasa hidup yang dilanggar," kata Safitri kepada wartawan di PN Jakpus.
Safitri berharap persidangan ini berjalan lancar hingga akhir. Ia ingin gugatan ini menghasilkan dampak positif bagi para korban, terutama mereka yang masih menjalani perawatan.
"Kami harap sidang berjalan lancar agar terutama yang masih dalam perawatan bisa segera merasakan efeknya (perawatan maksimal). Jadi jangan cuma sekedar retorika, kita perlu gerak cepat untuk anak-anak yang masih berjuang agar segera tertolong," ujar Safitri.
Safitri mengungkapkan mirisnya kondisi anak-anak korban GGAPA yang tengah berjuang pulih. Salah satunya ia menyinggung keluarga korban yang mesti merogoh kocek sendiri.
"Yang masih rawat jalan berharap dapat akses kesehatan lebih mudah, terapi perawatan, dapat keringanan karena banyak yang tidak tercover jadi keluar dana sendiri," ucap Safitri.
Diketahui, 25 keluarga korban sepakat mengajukan gugatan class action. Gugatan dengan nomor perkara 771/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu didaftarkan pada 15 Desember 2022. Gugatan ini ditujukan kepada sebelas pihak, yakni PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Universal Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, PT Megasetia Agung Kimia, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, PT Samudera Chemical dan Kemenkeu (Turut Tergugat).
Tercatat, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan terdapat total 269 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia yang tercatat per 26 Oktober 2022. Dari total angka tersebut, sebanyak 73 kasus masih dirawat, 157 kasus meninggal dunia, dan sembuh 39 kasus.
Namun, majelis hakim PN Jakpus memutuskan menunda sidang gugatan class action GGAPA pada Selasa (17/1/2023). Sidang ditunda karena sebagian besar tergugat tidak hadir.
"Majelis akan memanggil lagi lewat juru sita PN Jakarta Pusat untuk dipanggil lagi di persidangan yang akan dilaksanakan pada Selasa 7 Februari 2023," kata hakim ketua Yusuf Pranowo dalam sidang perdana pada Selasa.
Pada sidang kali ini, Majelis Hakim hanya memeriksa legal standing penggugat dan tergugat dalam perkara ini. Sidang sempat tertunda sekitar tiga jam dari jadwal pukul 10.00 WIB menjadi baru dimulai pukul 13.00 WIB.
Pihak penggugat terdiri dari tiga kelompok. Kelompok I yang terdiri dari 17 orang dengan kasus anak meninggal menghadiri sidang tersebut. Kelompok II hanya hadir sebagian dan kelompok III yang merupakan seorang warga Kalimantan Selatan berhalangan hadir.
"Diharuskan kehadiran untuk ketua kelompok (di sidang berikutnya)," sebut Yusuf.
Sedangkan, dari tergugat yang hadir hanya dari pihak PT Afi Farma Pharmaceutical Industry, PT Tirta Buana Kemindo, BPOM, Kementerian Kesehatan.
"Kepada para pihak yang sudah hadir diminta hadir lagi tanpa surat panggilan," ujar Yusuf.
Adapun, pihak tergugat dari PT Universal Pharmaceutical Industry, CV Mega Integra, PT Logicom Solution, CV Budiarta, dan PT Megasetia Agung Kimia, CV Samudra Chemical, dan pihak turut tergugat Kemenkeu tidak hadir dalam sidang perdana ini.
"Ketua kelompok harus hadir dalam sidang selanjutnya karena nanti pihak tergugat akan menanggapi kelompok ini, belum masuk materi perkara," ujar Yusuf.