REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa (UE) memberlakukan sanksi terhadap lebih dari 30 pejabat dan organisasi Iran pada Senin (23/1/2023). Penerapan terbaru ini akibat tindakan brutal Iran terhadap pengunjuk rasa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.
Amerika Serikat (AS) dan Inggris juga telah mengeluarkan sanksi baru terhadap Iran. Tindakan terbaru dari Eropa ini mencerminkan memburuknya hubungan Barat yang sudah buruk dengan Teheran dalam beberapa bulan terakhir.
Menteri luar negeri dari 27 negara anggota UE menyetujui langkah-langkah tersebut pada pertemuan di Brussels. Dalam daftar yang diterbitkan dalam Official Journal UE menunjukkan, sanksi tersebut menargetkan unit dan pejabat senior Garda Revolusi Iran (IRGC) di seluruh Iran, termasuk di daerah berpenduduk Sunni dengan tindakan keras negara telah dilakukan secara intensif.
Beberapa pemerintah UE dan Parlemen Eropa telah menjelaskan bahwa ingin IRGC secara keseluruhan ditambahkan ke dalam daftar organisasi teroris untuk blok tersebut. Namun Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell mencatat, hal itu hanya dapat terjadi jika pengadilan di negara UE memutuskan bahwa IRGC bersalah atas terorisme.
"Anda tidak bisa mengatakan 'Saya menganggap Anda seorang teroris karena saya tidak menyukai Anda'," kata Borrell kepada wartawan menjelang pembicaraan di Brussel.
Sanksi baru dijatuhkan kepada 18 orang dan 19 entitas. Mereka yang ditargetkan tidak dapat melakukan perjalanan ke UE dan aset apa pun yang dimiliki di dalam UE dapat dibekukan.
Swedia yang saat ini memegang jabatan presiden bergilir UE mengatakan, sanksi baru itu menargetkan tokoh-tokoh yang mendorong represi. "UE mengutuk keras penggunaan kekuatan yang brutal dan tidak proporsional oleh otoritas Iran terhadap pengunjuk rasa damai," ujar Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom dalam sebuah posting Twitter oleh misi diplomatik UE negara itu.
Hubungan antara UE dan Teheran telah menurun akibat terhentinya upaya untuk menghidupkan kembali pembicaraan tentang program nuklir. Terlebih lagi Iran telah bergerak untuk menahan beberapa warga negara Eropa.
UE juga menjadi semakin kritis terhadap perlakuan kekerasan yang terus berlanjut terhadap pengunjuk rasa di Iran termasuk hukuman eksekusi dan pengiriman drone Iran ke Rusia.
IRGC didirikan tak lama setelah Revolusi Islam 1979 untuk melindungi sistem pemerintahan ulama Syiah. Kelompok itu memiliki sekitar 125 ribu anggota militer yang kuat dengan unit angkatan darat, laut, dan udara. IRGC juga memimpin milisi agama Basij yang sering digunakan dalam tindakan keras.
"Rezim Iran, Pengawal Revolusi meneror penduduk mereka sendiri hari demi hari," kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan pada pertemuan pada Senin.
Sehari sebelum pertemuan Brussel, lebih dari seribu orang turun ke jalan-jalan kota untuk memprotes penahanan pekerja bantuan Belgia Olivier Vandecasteele di Iran. Iran sebelumnya memperingatkan UE agar tidak menunjuk IRGC sebagai entitas teroris.