REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) tak setuju dengan usulan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang berniat mengubah masa jabat kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan dibatasi dua periode. Menurutnya, usulan tersebut tak menguntungkan kades yang saat ini tengah berada di periode keduanya dari aturan yang lama.
Apdesi mengusulkan agar masa jabatan kades diubah menjadi sembilan tahun dengan maksimal tiga periode. Sehingga, seorang kades dapat menjabat selama 27 tahun.
"Ketika misalnya revisi (UU Desa) ini dilakukan, terus yang jabatan enam tahun itu tidak mengikuti (UU yang baru), secara otomatis tidak jadi sembilan tahun, kerugian dong bagi kepala desa," ujar Sekretaris Jenderal Apdesi, Anwar Sadat dalam konferensi persnya, dikutip Selasa (24/1/2023).
Menurutnya, akan kasihan bagi para kades yang baru menjabat enam tahun di periode pertamanya, lalu berlaku UU Desa baru yang merupakan hasil revisi. Jika ia terpilih kembali, kades tersebut hanya menjabat selama 15 tahun.
Dalam konferensi pers tersebut, ia tak menjelaskan alasan lebih detai terkait usulan maksimal masa jabat kades selama 27 tahun. Kendati demikian, usulan tersebut bukanlah merupakan prioritas dari Apdesi.
"Harus digarisbawahi wahai rekan-rekan media, bahwa revisi itu bukan hanya terkait Pasal 39 saja, banyak hal yang lainnya, cuma itu (masa jabat kades) saja yang menjadi gorengan," ujar Anwar.
Salah satu prioritas Apdesi adalah adanya anggaran dana desa sebesar 7-10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tujuan anggaran tersebut adalah demi menggenjot pembangunan fisik dan nonfisik desa, agar desa dapat menjadi penyangga ekonomi negara.
"Ketika kita ingin maju, ingin mandiri, uangnya enggak ada, sedikit banget, termasuk ada intervensi-intervensi dari pihak pemerintah pusat makanya kita tidak bisa mengadvokasi hasil-hasil aspirasi dari masyarakat," ujar Anwar.