Selasa 31 Jan 2023 14:59 WIB

Pengamat: Sangat Rugi Jika KIB Terus Menunggu Koalisi Lain

Pengamat politik sebut akan rugi bagi KIB jika terus menunggu pergerakan koalisi lain

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan dan Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Pengamat politik sebut akan rugi bagi KIB jika terus menunggu pergerakan koalisi lain.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan dan Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Pengamat politik sebut akan rugi bagi KIB jika terus menunggu pergerakan koalisi lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah pernyataan PKS yang tetap berkomitmen mengusung bakal calon presiden (bacapres) Anies Baswedan, maka Koalisi Perubahan yang terdiri dari tiga partai politik (parpol) yakni, Nasdem, Demokrat dan PKS kian Solid.

Sementara itu Koalisi Gerindra-PKB juga telah selesai membuka kantor Sekretariatan Bersama (Sekber). Semakin solidnya dua koalisi ini bisa merugikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang sejak awal terkesan menunggu.

Baca Juga

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro mengatakan dinamika di masing-masing koalisi terjadi karena masing-masing saling menunggu lawan politik. Namun yang menarik, bahasan yang berkembang di tiap koalisi sudah lebih maju.

Misalnya di Koalisi Indonesia Raya (KIR), kini fokus mencari cawapres untuk Prabowo sebagaimana Koalisi Perubahan. Sementara di PDIP dan KIB, posisinya berbeda karena kedua koalisi punya relasi intim terkait capres-cawapres yang diusung.

"Sehingga terkesan, KIB seperti menunggu keputusan PDIP atau Jokowi soal siapa capres yang diusung. Di titik inilah justru ini sebuah kerugian politik yang besar bagi KIB apalagi menimbang petahana tak bisa maju lagi," kata Agung kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).

Apalagi, lanjut dia, dinamika politik di partai politik koalisi juga mengemuka, karena isu-isu politik yang berkembang. Mulai soal sistem proporsional tertutup vs proporsional terbuka, kemudian gonjang-ganjing reshuffle kabinet, dan hal-hal lain serta isu strategis yang mungkin mempengaruhi perdebatan di masyarakat, utamanya soal-soal ekonomi dan resesi.

Agung menilai ketiadaan King Maker/Queen Maker yang solid di KIB akan cenderung lebih memperlemah pergerakan, sebagaimana yang ada di PDIP, KIR, dan KIP. Hal ini juga yang membuat KIB lebih rentan bubar bila tak menyikapi dinamisasi koalisi parpol lain dan segera bersikap soal capres-cawapres.

"Di PDIP ada sosok tunggal Megawati, kemudian di KIR ada Prabowo dan Cak Imin, dan di KPI mengemuka Surya Paloh, SBY, dan SS (Salim Segaf). Sementara di KIB?," terangnya.

Posisi PPP saat ini, menurut dia, baru saja selesai dari konflik internal, sosok Mardiono sedang meretas jalan menyolidkan partai. Kemudian di PAN dan Golkar, kedua ketua umumnya sampai saat ini secara figur kurang memadai sebagai capres/cawapres karena soal elektabilitas.

"Karena itulah posisi KIB akan semakin rugi bila hanya terus menunggu selesainya konstalasi semua parpol koalisi," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement