REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Allah SWT bisa saja berbuat sekehendak-Nya, sesuka-Nya, atau semau-Nya. Terserah Allah SWT mau berbuat apa. Tidak ada yang mampu untuk menentang kehendak-Nya. Karena seluruh makhluk dalam genggaman dan kuasa-Nya. Kita hanya dianjurkan untuk ridha terhadap ketetapan Allah SWT.
Bumi dan isinya adalah milik Allah SWT. Dan, Allah SWT menyatakan bahwa kerajaan langit dan bumi adalah milik-Nya
وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا
“Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Mahameliputi segala sesuatu.” (QS An Nisa ayat 126)
Terkait dengan ketetapan Allah SWT, ada ketetapan yang baik dan ada pula ketetapan yang buruk. Sebagai mukmin sejati, senantiasa ridha atas ketetapan tersebut.
Sebab, Allah SWT menetapkan bukan berdasarkan keinginan kita, melainkan menetapkan berdasarkan kebutuhan kita dan keinginan Allah SWT.
Menurut Aidh al-Qarni dalam bukuLa Tahzan, "Sikap pilih kasih dalam menerima takdir bukanlah perilaku yang benar. Dengan kata lain, kita tidak dibenarkan jika hanya rela pada ketetapan Allah yang sesuai dengan keinginan kita dan murka bila ketetapan Allah tidak sesuai dengan keinginan kita."
Ketetapan Allah SWT yang baik, semua manusia ridha. Sebaliknya, manusia sulit untuk ridha terhadap ketetapan yang buruk. Padahal, boleh jadi sesuatu yang tidak kita senangi baik bagi kita dan boleh jadi sesuatu yang disenangi tidak baik bagi kita.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah ayat 216).
Karena itu, ketetapan Allah SWT yang telah terjadi, sedang terjadi maupun yang akan terjadi, harus disikapi dengan keimanan.
Selain iman, harus ada ikhtiar (usaha) sebagai upaya untuk mewujudkan yang kita inginkan. Allah SWT berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
"Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri" (QS ar-Ra'd [13]: 11).
Untuk menghindari rasa kecewa atau buruk sangka kepada Allah SWT setelah melakukan ikhtiar, bertawakallah. Kemudian, ikhlas dan ridhalah terhadap ketetapan dan keputusan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR Ibnu Majah).
Baca juga : Jawaban untuk Mereka yang Menuduh Alquran Mendukung Kekerasan Terhadap Perempuan
Bahkan, seseorang tidak dikatakan beriman jika tidak mengimani ketetapan (takdir) Allah SWT. Beriman kepada ketetapan (takdir) Allah merupakan salah satu rukun iman yang enam. Karena itu, setiap Muslim wajib mengimaninya.
Keterbatasan ilmu pengetahuan manusia tidak dapat menembus rahasia di balik ketetapan Allah SWT. Sehingga ma nu sia menganggap ada ketidakadilan dari Allah SWT dalam menetapkan takdir. Na mun, suatu saat nanti manusia akan tahu bahwa yang ditetapkan oleh Allah SWT adalah yang terbaik.