Jumat 03 Feb 2023 14:56 WIB

Ini Konsekuensi yang Dihadapi Golkar Jika Gabung dengan Koalisi Pengusung Anies

Pengamat menilai ada konsekuensinya jika Golkar gabung dengan koalisi pengusung Anies

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Pengamat menilai ada konsekuensinya jika Golkar gabung dengan koalisi pengusung Anies.
Foto: Dok.Partai Golkar
Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menemui Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto. Pengamat menilai ada konsekuensinya jika Golkar gabung dengan koalisi pengusung Anies.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai konsekuensi jika Partai Golkar gabung dalam Koalisi Perubahan bersama Nasdem, Demokrat, dan PKS. Apalagi jika Partai Golkar menawarkan calon wakil presiden untuk mendampingi Anies Baswedan yang didukung oleh koalisi ini.

"Terkait koalisi perubahan, memang dilema jika Golkar menawarkan cawapres, karena Demokrat yang lebih dahulu jalin hubungan dengan Nasdem," ujar Dedi kepada Republika, Jumat (3/2/2023).

Baca Juga

Dia mengatakan, Demokrat memiliki Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang dari sisi kesiapan cawapres lebih mumpuni dari Airlangga Hartarto dari Golkar. Selain itu, elektabilitas juga AHY lebih tinggi dibandingkan Airlangga.

"Partai Demokrat miliki AHY yang dari sisi kesiapan cawapres lebih mumpuni dari Airlangga, elektabilitas AHY masuk nominasi nasional," ujar Dedy. "Tetapi, politik itu dinamis, semua bisa saja terjadi," tambahnya.

Namun demikian, dia juga tidak menutup kemungkinan cawapres pada akhirnya berasal dari luar koalisi. "Sangat mungkin, tetapi politik itu dinamis, semua bisa saja terjadi," tambahnya.

Sebelumnya, Dedi menilai pergeseran mitra koalisi yang paling mungkin terjadi saat ini adalah Partai Golkar merapat ke koalisi perubahan bersama Nasdem, PKS, Partai Demokrat. Dedi mengatakan, ini karena koalisi perubahan dinilai lebih siap karena telah mendeklarasikan untuk mengusung Anies

"Situasi saat ini jika ada pergeseran mitra koalisi, lebih mungkin Golkar yang merapat ke Nasdem, bukan soal Nasdem lebih kecil porsi kuasanya dibanding Golkar, tetapi karena faktor Nasdem lebih siap hadapi Pilpres," ujar Dedi kepada Republika, Jumat (3/2/2023).

Dedi menjelaskan, hal ini karena Golkar dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) belum memiliki kandidat kuat untuk Pilpres mendatang. Sosok Airlangga Hartarto yang paling menonjol di koalisi tersebut juga belum memiliki elektabilitas dan penerimaan publik tinggi.

"Sehingga cukup rasional jika KIB pada dasarnya hanya miliki skema Cawapres, sementara Nasdem dan Koalisi Perubahan sudah miliki Capres, Anies Baswedan, dan potensial dengan elektabilitas yang dimiliki," ujarnya.

Kedua, Dedi menilai, Nasdem dan Golkar sudah cukup untuk mengajukan  kontestan di Pilpres. Karenanya, akan jauh lebih baik jika perubahan tetap utuh dan diperkuat Golkar.

"Keuntungan koalisi Perubahan jika mendapat dukungan Golkar, ini bisa mengancam dominasi PDIP. Golkar jauh lebih mungkin mendominasi Pemilu jika dengan Nasdem daripada sendirian dengan KIB atau bahkan jika bergeser dengan PDIP," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement