Rabu 08 Feb 2023 18:27 WIB

Kuasa Hukum Kasus Gagal Ginjal Masih Ragukan Keamanan Praxion

BPOM diminta tak main-main dalam pengujian obat karena menyangktu nyawa.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mansyur Faqih
Pekerja memperlihatkan obat Sirup Praxion di Jakarta, Rabu (8/2/2023). Badan Pengawas Obat dan Makanan mengumumkan obat sirup Praxion dinyatakan aman dikonsumsi berdasarkan serangkaian pengujian yang telah dilakukan menggunakan tujuh sampel dengan hasil memenuhi syarat.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja memperlihatkan obat Sirup Praxion di Jakarta, Rabu (8/2/2023). Badan Pengawas Obat dan Makanan mengumumkan obat sirup Praxion dinyatakan aman dikonsumsi berdasarkan serangkaian pengujian yang telah dilakukan menggunakan tujuh sampel dengan hasil memenuhi syarat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum keluarga korban kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) Awan Puryadi mempertanyakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengumumkan obat sirup Praxion aman dikonsumsi. Sebelumnya, keputusan ini diklaim BPOM berdasarkan pengujian. 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengkonfirmasi adanya penambahan dua kasus baru GGAPA yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Satu kasus konfirmasi GGAPA merupakan anak berusia satu tahun yang mengalami demam pada 25 Januari 2023 dan diberikan obat sirup penurun demam yang dibeli di apotek dengan merk Praxion. 

"Apabila memang benar anak ini gagal ginjal akutnya itu dikarenakan Praxion lalu tiba-tiba Praxion dinyatakan aman, ini akan sangat berbahaya," kata Awan kepada Republika, Rabu (8/2/2023). 

Karenanya, Awan pun meminta BPOM tak main-main dalam pengujian obat. Sebab hasil pengujiannya menyangkut nyawa masyarakat sebagai pengonsumsi obat. 

"Kalau nanti (BPOM) salah, masyarakat jadi korban dan nggak main-main, korbannya meninggal," kata Awan. 

Sebelumnya, BPOM mengklaim tujuh sampel yang diuji merupakan sampel sirup obat dan bahan baku. Sampel itu terdiri dari sampel sirup obat sisa pasien, sirup yang beredar di pasaran, sampel di tempat produksi dengan batch sama, sampel sirup dengan batch yang berdekatan dengan sirup obat pasien. Kemudian sampel bahan baku sorbitol dan dua produk sirup lain yang menggunakan bahan baku dengan nomor batch sama.

Hanya saja, Awan masih meragukan kebenaran pengujian ini. "Mungkin yang perlu diuji apakah masih ada sediaan yang diminum oleh anak itu? Karena bakal jadi sampel penting. Apakah sampel itu ada atau nggak? Jadi sampel pengujian pada obat yang diminum anak yang meninggal dunia ini penting," ujar Awan. 

Selain itu, Awan mendorong Kemenkes terlibat lebih jauh dalam pengujian obat. Karena dia mengkhawatirkan terjadi ego sektoral di Kemenkes dan BPOM yang ujungnya merugikan masyarakat. 

"Kalau memang BPOM temuannya negatif, ini harus jadi titik di mana Kemenkes terlibat. Kemenkes bilang terkonfirmasi gagal ginjal akut karena Praxion. Di satu sisi BPOM bilang Praxion aman. Artinya kenapa nggak saling konfirmasi sih Kemenkes dan BPOM," ucap Awan. 

Diketahui, BPOM mengklaim pengujian sampel yang dilakukan di Laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN) BPOM telah memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga dapat dipastikan akurasinya. Adapun pengujian dilakukan pada 2 dan 3 Februari 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement