Kamis 16 Feb 2023 22:41 WIB

DPR Kembali Usulkan Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Jangan Sampai MK Jadi Alat Politik

Hamdan tak ingin perubahan UU MK dilakukan secara serampangan.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (KPU), Hamdan Zoelva (kiri). Hamdan mengkritisi usulan DPR merevisi kembali UU MK. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (KPU), Hamdan Zoelva (kiri). Hamdan mengkritisi usulan DPR merevisi kembali UU MK. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyoroti tajam usulan revisi UU MK yang kembali mengemuka. Hamdan menegaskan revisi UU semestinya bertujuan memperkuat MK. 

Hamdan mengkritisi pembahasan umur hakim MK yang muncul dalam usulan revisi UU MK. Ia mengingat setidaknya sudah tiga kali perubahan masalah umur ini diubah dengan UU. 

Baca Juga

"Untuk tujuan apa perubahan terus menerus, sehingga menjadi tidak konsisten dan tidak membangun sistem yang kuat bagi lembaga MK," kata Hamdan kepada Republika, Kamis (16/2/202). 

Ketika menentukan masalah umur hakim MK, Hamdan menilai seharusnya pembentuk UU mempertimbangkan dengan matang. Ia tak ingin perubahan UU MK dilakukan secara serampangan. 

"Lembaga penting negara pengawal konstitusi ini jadi rusak oleh kepentingan politik," ujar Hamdan. 

Berikutnya, Hamdan menyinggung evaluasi hakim dalam usulan UU MK. Menurutnya, evaluasi hakim MK sama saja menempatkan MK di bawah lembaga politik. Padahal ia menegaskan independensi lembaga peradilan dijamin dalam pasal 24 UUD 1945.

"Kalau MK harus mengikuti kehendak DPR dan pembentuk UU maka untuk apa ada MK," ucap Hamdan. 

Hamdan juga memandang aturan evaluasi hakim sama dengan meruntuhkan lembaga peradilan dan prinsip negara hukum. Sehingga, ia merasa prihatin dengan kondisi MK saat ini yang terombang-ambing oleh politik dan kekuasaan. 

"Memang perubahan UU MK yang terakhir disusun dengan tergesa-gesa dan tidak teliti, masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua tidak jelas, juga tidak dirumuskan secara jelas masa jabatan hakim. Implementasi uu jadi kacau dan situasi internal MK terganggu," tegas Hamdan. 

Diketahui, DPR kembali mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK yang sudah dilakukan perubahan sebanyak tiga kali. Padahal, revisi terakhir baru terjadi pada 2020 dan sudah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pada Selasa (1/9/2020).

Setidaknya ada empat materi yang akan diubah pihaknya dalam revsisi UU MK. Pertama adalah persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi. Kedua, evaluasi hakim konstitusi. Tiga, unsur keanggotaan majelis kehormatan Mahkamah Konstitusi. Empat, penghapusan ketentuan peralihan mengenai masa jabatan ketua dan wakil ketua MK.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement