REPUBLIKA.CO.ID, PUTRAJAYA -- Malaysia tanpa syarat mengutuk dan menolak keputusan baru-baru ini oleh rezim Israel untuk melegalkan sembilan pos terdepan dan permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki di Tepi Barat.
Kementerian Luar Negeri (Wisma Putra) dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat (17/2/2023)mengatakan keputusan seperti itu dan keberadaan permukiman ilegal serta ekspansi mereka jelas melanggar hukum internasional dan hukum humaniter.
Ini termasuk Konvensi Jenewa Keempat 1949 relatif terhadap Perlindungan Orang Sipil di Masa Perang dan banyak resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), khususnya Resolusi 2334 (2016).
“DK PBB memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan penghormatan terhadap kepatuhan terhadap resolusinya," bunyi pernyataan itu dilansir dari Bernama, Sabtu (18/2/2023).
Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, adalah wilayah Palestina yang diakui secara internasional, katanya, menambahkan bahwa perluasan permukiman ilegal Israel berarti semakin banyak tanah Palestina disita secara ilegal.
"Melegalkan permukiman itu adalah upaya yang jelas untuk membuat pendudukan Israel permanen," katanya.
Wisma Putra mengatakan masyarakat internasional tidak boleh membiarkan ini, dan DK PBB harus menuntut rezim Israel untuk membatalkan keputusannya dan membongkar kegiatan permukiman ilegalnya.
Pada Ahad, pemerintah Israel mengumumkan keputusannya untuk secara retrospektif mengesahkan sembilan permukiman Tepi Barat dan membangun 10 ribu rumah baru di tanah Palestina yang diduduki.
Sebagai tanggapan, lima sekutu utama Israel, Amerika Serikat, Jerman, Prancis, Italia, dan Inggris mengeluarkan pernyataan bersama yang mengutuk aktivitas pemukiman, menurut laporan media.