Selasa 28 Feb 2023 18:07 WIB

Haryadi Suyuti Divonis Tujuh Tahun, Pengacara: Kami Pikir-Pikir Dulu

Fahri menyoroti terkait pembelaan dari HS dan penasehat hukumnya yang tidak digubris.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Terdakwa eks Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti (berdiri layar bawah) mengikuti sidang daring pembacaan putusan kasus suap penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa  (28/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Haryadi Suyuti tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan penjara. Disamping itu, Haryadi diharuskan membayar uang pengganti Rp 165 juta subsider dua tahun penjara dan pencabutan hak mencalonkan diri saat Pemilu.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Terdakwa eks Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti (berdiri layar bawah) mengikuti sidang daring pembacaan putusan kasus suap penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton dan Hotel Iki Wae di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa (28/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Haryadi Suyuti tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan penjara. Disamping itu, Haryadi diharuskan membayar uang pengganti Rp 165 juta subsider dua tahun penjara dan pencabutan hak mencalonkan diri saat Pemilu.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta sudah menetapkan vonis sebesar tujuh tahun atas kasus suap yang dilakukan mantan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti (HS). Putusan tersebut lebih besar dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni sebesar 6,5 tahun.

HS pun belum memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis tersebut. Penasehat Hukum HS, Muhammad Fahri Hasyim mengatakan, pihaknya masih akan berkonsultasi dengan HS.

"Tuntutannya lebih rendah dari ini yang kami upayakan untuk pikir-pikir dulu dalam dua minggu ini," kata Fahri usai sidang dengan agenda putusan majelis hakim terhadap kasus suap HS di PN Yogyakarta, Selasa (28/2/2023).

Fahri menuturkan bahwa putusan atau vonis yang dijatuhkan kepada HS merupakan hak sepenuhnya dari majelis hakim. Meski begitu, Fahri menyoroti terkait pembelaan dari HS dan penasehat hukumnya yang tidak digubris oleh majelis hakim.

"Putusannya lebih tinggi dari tuntutannya, itu sepenuhnya hak majelis hakim yang menilai. Namun yang kami komentari adalah bahwa pembelaan kami sama sekali tidak digubris," ujar Fahri.

Ia menyebut bahwa hal-hal yang meringankan terdakwa juga tidak disinggung oleh majelis hakim. Untuk itu, pihaknya sebagai penasehat hukum HS akan tetap mengupayakan untuk meringankan hukuman HS.

"Hal-hal yang meringankan juga tidak disinggung, pengembalian dan niat batin juga tidak dipertimbangkan oleh majelis (hakim). Kami sebagai penasehat hukumnya tetap mengupayakan peringanan (hukuman) dengan berpikir dalam dua minggu ini," jelasnya.

Terkait dengan proses persidangan yang sudah berjalan sejak oktober 2022 lalu, menurut Fahri sudah sesuai hukum acara. Selama proses persidangan, HS mengikutinya secara daring dari rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk saat vonis dijatuhkan hakim.

"Dari awal persidangan sudah fair saya kira. Semua pihak diberi waktu dan kesempatan yang sama, baik dari pihak kami dan JPU, walaupun daring dan berjauhan jaraknya, tapi hukum acaranya baik, bagus,"kata Fahri.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement