Rabu 08 Mar 2023 18:33 WIB

Dituding Jadi Kepanjangan Tangan Pihak yang Inginkan Pemilu Ditunda, Ini Kata Partai Prima

Gugatan ke PN Jakpus akibat buntunya upaya Partai Prima jadi peserta Pemilu 2024.

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Agus Jabo Priyono menyampaikan konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/3/2023). Prima mengeklaim materi gugatan partainya yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bukan merupakan sengketa pemilu melainkan menggugat KPU atas perkara perbuatan melawan hukum yang menghambat hak politik partainya serta meminta tahapan Pemilu 2024 diulang.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Partai Prima), Agus Jabo Priyono menegaskan bahwa tujuannya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat adalah untuk menjadi partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024. Bukan untuk menunda kontestasi nasional tersebut.

"Hak kita dan kemudian permohonan kita itu diterima, apa salah kita? Itu hak kita gitu lho. Gimana caranya Prima bisa masuk Pemilu 2024, kalau kita obsesinya bukan itu (menunda Pemilu 2024)," ujar Agus di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Baca Juga

Gugatannya ke PN Jakarta Pusat juga merupakan buntunya upaya Partai Prima untuk menjadi partai politik peserta Pemilu 2024. Sebelum itu, pihaknya juga sudah melaporkan tak lolosnya Partai Prima ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

"Jadi harus dipahami adalah di PN ini adalah akibat dari proses panjang yang kita lakukan ke mana-mana dan buntu gitu lho. Terus kita mau ke mana? Ke mana kita mencari keadilan gitu," ujar Agus.

Karenanya, ia menolak cibiran banyak pihak yang menyebut bahwa Partai Prima adalah kepanjangan tangan dari pihak-pihak yang ingin menunda Pemilu 2024. Tegasnya, pihaknya hanya mencari keadilan untuk pesta demokrasi lima tahunan pada 14 Februari 2024.

"Kok kami disalahkan, kami hanya memohonkan proposal, permohonan kami ditolak oleh hakim atau diterima itu bukan urusan kami itu urusan pengadilan. Kami hanya itu, jangan ini dikontaminasikan dengan opini-opini," ujar Agus.

"Kalau kemudian ada ketidaksetujuan, lakukan upaya hukum, jangan bikin opini, memperkeruh suasana, memprovokasi masyarakat. Masih ada kesempatan banding, kesempatan ke MA," sambungnya.

Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli mengatakan, merujuk aturan maka penundaan pemilu adalah tindakan yang melanggar konstitusi. Hal itu sama saja dengan tindakan makar.

"Apabila pemilu tidak dilaksanakan secara berkala lima tahun sekali, maka itu telah melanggar konstitusi, melanggar konstitusi merupakan bagian dari makar," ujar Lili dalam diskusi 'Masa depan Pemilu 2024 pasca-putusan PN Jakarta Pusat' di Jakarta, Selasa (7/3/2023).

Dia mengatakan, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan tuntutan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) agar tahapan pemilu sekurang-kurangnya dilakukan dua tahun empat bulan dan tujuh hari atau jadwal pemilu 14 Februari 2024 digeser menjadi 21 Juli 2025, sama saja dengan menunda tahapan pemilu.

Sementara menunda pemilu, menurut dia, jelas bertentangan dengan konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahkan aturan turunan lainnya seperti UU Pemilu dan Peraturan Mahkamah Agung. "Tuntutan yang dilakukan oleh Partai Prima ini sesungguhnya kalau mengacu pada konstitusi sudah melanggar aturan main konstitusi bahwa konstitusi mengatur bahwa pemilu dilakukan lima tahun sekali," ujar Lili.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement