Selasa 13 Aug 2024 19:57 WIB

Pembagian Alat Kontrasepsi Bagi Siswa, Aktivis Perempuan: Buka Peluang Rusaknya Moral

Penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar menuai kontroversi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Kontrasepsi (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Kontrasepsi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aktivis buruh perempuan yang juga Presiden Women Committee Asia Pasifik UNI Apro, Mirah Sumirat menolak keras rencana  pembagian alat kontrasepsi bagi siswa dan pelajar yang juga sebagai generasi muda Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pasal 103 ayat 4. 

"Keputusan tersebut lebih banyak merugikan rakyat Indonesia dengan membuka peluang rusaknya moral dan maraknya seks bebas dibandingkan dengan keuntungan yang di dapatkan," ujar Mirag dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (13/8/2024). 

Baca Juga

Menurut Mirah, peraturan tersebut bertolak belakang dengan Konstitusi UUD 1945, yaitu (pasal 28B ayat 1), berbunyi "Hak rakyat untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah".

Dia pun mengingatkan pemerintah agar tidak ugal-ugalan dalam mengeluarkan kebijakan yang justru akan memperburuk kondisi moral generasi muda dengan semakin membuka peluang secara lebar maraknya seks bebas dikangan anak muda.

Mirah juga meminta kepada pemerintah untuk fokus dan serius untuk membenahi ekonomi rakyat dibandingkan dengan mengeluarkan keputusan yang membuat marah hati rakyat. 

Mirah menuturkan, situasi saat ini kondisi ekonomi rakyat sedang tidak baik-baik saja, PHK massal menjamur, pengagguran meningkat, upah semakin rendah, daya beli rendah, harga pangan dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi dan perusahaan banyak yang tutup karena alasan rugi dan kalah bersaing dengan membanjirnya produk import yang harganya jauh lebih murah dengan kwalitas yang hampir sama dengan barang lokal. 

Melihat kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja, kata dia, hendaknya pemerintah seharusnya menahan diri dalam mengeluarkan keputusan yang membuat rugi rakyatnya sendiri.

"Alangkah bijaksana kalau pemerintah membuat peraturan yang sifatnya mengantisipasi agar moral generasi bangsa bisa terus terjaga, banyak cara yang lebih Konstruktif dibandingkan menggunakan cara destruktif," kata Mirah. 

Daripada membuat peraturan yang menjerumuskan generasi bangsa ke dalam seks bebas, tambah dia, lebih baik pemerintah membuat peraturan yang membatasi hingga melarang  konten-konten yang menjurus pornografi dengan membuat keputusan membkokir dan menutup semua konten tersebut. 

Seharusnya, kata dia, pemerintah bekerja sama dengan para pemuka agama, Komnas Perempuan dan Anak, dan tenaga pendidik untuk bersama-sama membuat konten edukasi yang memberikan pengetahuan terkait bahaya sek bebas dan peningkatan keimanan serta ketaqwaan bagi anak sekolah dan pelajar.

"Tanamkan juga tentang akhlak dan moral serta pendidikan agama yang baik di sekolah. Jangan malah dihapus pelajaran agama yang sudah ada," jelas Mirah.  

Mirah Sumirat juga mengkritik fungsi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas terbitnya PP No.28 tahun 2024. Menurut dia, wakil rakyat seharusnya tidak meloloskan peraturan yang memicu rusaknya moral generasi bangsa dan seks bebas.

"Generasi muda adalah tulang punggung bangsa menuju Indonesia Emas. Oleh karena itu negara wajib bertanggung jawab terhadap masa depan generasi muda Indonesia. Jangan sampai pemerintah salah dalam menerapkan peraturan yang malah menjerumuskan generasi muda dalam jurang kehancuran moral," kata Mirah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement