REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kemampuan PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance) merespons situasi perekonomian yang terus membaik mendukung pencapaian kinerja 2022. Perusahaan berhasil mencatatkan laba tahun berjalan konsolidasian sebesar Rp 395,11 miliar atau naik 21 persen dari tahun lalu sebesar Rp 327,23 miliar.
Presiden Direktur Tugu Insurance, Tatang Nurhidayat menjelaskan, peningkatan kinerja Tugu Insurance pada 2022 tidak terlepas dari komitmen perseroan untuk senantiasa mengelola risiko dengan prinsip kehati-hatian baik dari aspek underwriting maupun dalam pengelolaan investasi, efisiensi beban usaha serta semakin proaktif dalam mengantisipasi berbagai arus peluang maupun tantangan di industri perasuransian dengan mengedepankan inovasi digitalisasi di tengah kondisi pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
“Sampai periode 31 Desember 2022 (audited) Premi Bruto Tugu Insurance secara konsolidasian sebesar Rp 6,71 triliun naik 12 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 5,99 triliun. Khususnya dikontribusikan dari lini bisnis Fire, Marine Hull, Onshore dan Marine Cargo. Untuk perolehan produksi premi terbesar di 2022 berasal dari lini Fire, Aviation, Offshore dan Marine Cargo. Sedangkan pendapatan underwriting secara konsolidasian tercatat sebesar Rp 2,34 Triliun naik 10 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 2,12 triliun” kata Tatang melalui keterangan tertulisnya, Senin (3/4/2023).
Kinerja positif emiten anak BUMN PT Pertamina (Persero) yang berkode saham TUGU ini juga tecermin dari hasil investasi konsolidasian sebesar Rp 352,39 miliar serta pendapatan usaha lainnya mencapai Rp 398,71 miliar.
Tercatat, di akhir tahun buku konsolidasian 2022, Tugu Insurance memiliki total aset Rp 21,58 triliun. Angka itu naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 20,19 Triliun. Sedangkan ekuitas perseroan meningkat dari Rp 8,79 triliun menjadi Rp 9,17 triliun dengan disertai tingkat Risk Based Capital (RBC) 470,02 persen. Angka itu berada jauh di atas ketentuan batas minimal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yaitu sebesar 120 persen.