REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang juga Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan perbedaan data yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Dalam penjelasannya kepada Komisi XI DPR pada 27 Maret 2023, ia menyampaikan transaksi mencurigakan di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 3,3 triliun.
Sedangkan yang disampaikan Mahfud kepada Komisi III pada 29 Maret 2023 terkait Rp 35 triliun, merupakan total transaksi mencurigakan dari 135 surat yang diberikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Semua surat tersebut berkaitan dengan Kemenkeu.
Dari transaksi mencurigakan Rp 35 triliun tersebut, sebesar Rp 22 triliun terkait dengan korporasi dan pegawai Kemenkeu yang suratnya diterima lembaganya. Barulah dari 22 triliun itu, Rp 3,3 triliun di antaranya yang disampaikannya kepada Komisi XI.
"Ternyata dari Rp 22 triliun, 13 surat, Rp 3,3 triliun itu menyangkut pegawai Kemenkeu. Namun itu adalah persepsi publik dianggap korupsi, itu adalah informasi transaksi debit kredit dari para pegawai yang diidentifikasikan di sini," ujar Sri dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi III, Selasa (11/4/2023).
Sedangkan Rp 13 triliun dan 64 surat PPATK sisanya, diserahkan kepada aparat penegak hukum. Hal tersebutlah yang membuat data yang disampaikannya berbeda dengan Mahfud, karena ia tak mengetahui adanya surat yang disampaikan ke aparat penegak hukum.
"Sisanya Rp 13 triliun adalah data yang ada nama pegawai Kemenkeu yang merupakan surat-surat yang dikirim ke APH, 64 surat dengan nilai transaksi Rp 13 triliun. Karena surat ini tidak ke kami dan kami hanya menerima informasi dari PPATK mengenai nomor suratnya saja, ya kami tidak bisa menjelaskan lebih lanjut," ujar Sri.
Kendati demikian, ia menegaskan tak ada perbedaan data antara Kemenkeu dengan Mahfud. Perbedaan penyampaian terjadi karena Mahfud menyampaikan seluruh transaksi mencurigakan dari 300 surat PPATK.
"Secara awal tadi telah ditegaskan oleh Pak Menko, slide kami, tidak ada perbedaan data antara Menkopolhukam dengan Menteri Keuangan terkait transaksi agregat sebesar 349 triliun," ujar Sri.
Sebelumnya, Mahfud membagi ke tiga kelompok terhadap laporan hasil analisis (LHA) PPATK terkait transaksi mencurigakan sebesar Rp 349 triliun. Pertama adalah transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu.
Nilai transaksi di kategori pertama itu adalah sebesar Rp 35.548.999.231.280. Transaksi tersebut melibatkan 461 entitas dari aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu, 11 entitas dari ASN kementerian/lembaga lain, dan 294 entitas berasal dari non-ASN.
"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemaren Ibu Sri Mulyani di Komisi XI hanya Rp 3 triliun, yang benar 35 triliun," ujar Mahfud dalam RDPU dengan Komisi III pada 29 Maret 2023.
Kategori kedua adalah transaksi keuangan yang mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pegawai lain. Nilai transaksi di kategori tersebut sebesar Rp 53.821.874.839.402 triliun.
Nilai transaksi tersebut melibatkan 30 entitas dari ASN Kemenkeu. Selanjutnya dua ASN dari kementerian/lembaga lain, dan 54 non ASN.
Kategori terakhir adalah transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal dan TPPU yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu. Nilai transaksinya sebesar Rp 260.503.313.306. Nilai tersebut hanya melibatkan 222 entitas dari non-ASN. "Sehingga jumlahnya sebesar 349 triliun, fix," tegas Mahfud.