REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Pengadilan Hanoi memvonis aktivis politik Nguyen Lan Thang enam tahun penjara. Pengacaranya mengatakan ia didakwa atas aktivitas anti-negara. Kasus ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat internasional mengenai perlakuan Vietnam pada oposisi pemerintah.
Berdasarkan akun media sosialnya, Nguyen berpartisipasi dalam protes lingkungan dan anti-Cina, menyuarakan dukungan pada aktivis lainnya yang juga dipenjara. Ia menulis blog mengenai masalah-masalah sosial politik Vietnam.
Tahun lalu polisi menangkap Thang atas dakwaan "membuat, menyimpan atau menyebarkan informasi, materi, dokumen pada oposisi negara Republik Sosialis Vietnam." Polisi tidak mengungkapkan detailnya lebih lanjut.
Pengacaranya Le Van Luan mengatakan Thang juga akan ditempatkan sebagai tahanan rumah selama dua tahun usai menjalani masa hukumannya. Hal ini disampaikan usai sidang tertutup di Pengadilan Rakyat Hanoi, Rabu (12/4/2023).
Panggilan telepon ke pengadilan tidak ada jawaban. Organisasi hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW) mengatakan sejak 2018 lalu pihak berwenang Vietnam sudah memvonis setidaknya 163 orang.
"(Karena menggunakan hak kebebasan berekspresi atau berserikat dengan) undang-undang yang tidak jelas atau terlalu luas yang mengkriminalisasi protes atau mengkritik pemerintah," kata HRW.
"Pihak berwenang Vietnam dengan sistematis melanggar hak asasi manusia dengan menghukum blogger berani seperti Nguyen Lan Thang yang mengekspresikan pandangan mereka mengenai pemerintah," kata deputi direktur HRW di Asia, Phil Robertson.
HRW meminta pemerintah Vietnam segera membebaskan Thang dan mencabut semua dakwaan terhadapnya. Delegasi dari Subkomite Hak Asasi Manusia Parlemen Eropa yang berkunjung ke Hanoi pekan lalu mengungkapkan "kekhawatiran semakin buruknya situasi hak asasi manusia" di Vietnam.
"Delegasi menyerukan agar semua tahanan politik dan tahanan hati nurani (prisoner of conscience/POC) di Vietnam termasuk pemimpin Lembaga Swadaya Masyarakat, jurnalis dan aktivis lingkungan segera dibebaskan dan tanpa syarat," kata Parlemen Eropa dalam pernyataannya.