REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri keuangan syariah global diperkirakan tumbuh sekitar 10 persen pada 2023-2024 meskipun terjadi perlambatan ekonomi. Hal tersebut disampaikan S&P Global Ratings setelah membukukan ekspansi serupa pada 2022 yang sebagian besar dipimpin oleh negara-negara teluk (GCC).
Industri keuangan syariah dinilai terus berkembang. Pada 2022, aset naik sebesar 9,4 persen. Sementara, pada 2021 mampu tumbuh sebesar 12,2 persen. S&P melaporkan, tren kenaikan tersebut didukung oleh pertumbuhan aset perbankan dan industri sukuk.
Pendorong meningkatnya fokus pada tema terkait keberlanjutan industri keuangan syariah adalah para pemain inti keuangan Islam yang menciptakan peluang baru bagi industri ini. Salah satunya adalah kontribusi sukuk hijau atau bertema berkelanjutan akan terus meningkat dalam 12-24 bulan ke depan.
"Penerbitan sukuk terus memacu ekspansi industri meskipun volume penerbitan melambat secara keseluruhan," kata laporan S&P Global dikutip pada Rabu (3/5/2023).
Penerbitan sukuk global diperkirakan akan meningkat dalam kisaran 170 miliar dolar AS hingga 175 miliar dolar AS pada 2023. Hal tersebut disampaikan oleh Moody’s Investors Service dalam sebuah laporan penelitian pada Maret 2023.
Permintaan untuk pembiayaan syariah akan melampaui pendanaan konvensional pada 2023. Hal itu didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang kuat dan agenda pembangunan di pasar-pasar utama.
S&P juga mengatakan, korporasi cenderung berkontribusi pada volume penerbitan, khususnya di negara-negara seperti Arab Saudi. Ke depan, GCC diprediksi akan memainkan peran kunci dalam mendukung pertumbuhan industri.