REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala UPT Laboratorium Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Sutomo mengatakan, empat sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta masuk dalam kategori tercemar berat.
Kondisi itu diketahui seiring pihaknya rutin melakukan pengujian dengan mengambil sampel terhadap air sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta. Mulai dari Sungai Winongo, Sungai Code, Sungai Manunggal, dan Sungai Gajah Wong.
Masing-masing sungai tersebut, diambil sampel di lima titik dari hulu hingga ke hilir. Hulu sungai-sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta berada di Kabupaten Sleman dan mengalir hingga ke Kabupaten Bantul melewati Kota Yogyakarta, dan keempat sungai yang diambil sampel airnya tersebut sudah tercemar berat.
"Jadi dari empat sungai yang kami uji itu masuk dalam kategori tercemar berat, dengan parameter dominan lagi-lagi faktor koliform, kemudian fosfat, kadang-kadang nitrat atau NO2," kata Sutomo kepada Republika, Senin (8/5/2023).
"Kami mengambil sampel dengan menguji (air sungai) ini kan memberikan informasi faktual tentang kondisi sungai di Kota Yogya untuk mengevaluasi kebijakan kami, dan untuk masyarakat juga. Jadi memang kami rutin menguji itu dan hasilnya itu," tambahnya.
Sutomo menyebut, dari tahun ke tahun memang pencemaran air di empat sungai ini semakin memburuk. Terlebih dalam lima tahun belakangan ini, yang mana indeks kualitas air sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta cenderung turun.
Pencemaran air sungai ini, kata Sutomo, sudah terjadi sejak di hulu. Artinya, sungai yang mengalir di Kota Yogyakarta sudah tercemar dari Kabupaten Sleman yang merupakan hulu dari keempat sungai tersebut.
"(Keempat) Sungai itu sungai lintas wilayah dari Sleman ke Bantul. Hulu kami itu hilirnya Sleman, di hulu pun kami uji hasilnya juga sudah tercemar berat. Jadi modal awal masuk ke Kota Yogyakarta sudah tercemar berat," jelasnya.
Hal ini diperparah dengan adanya permukiman padat di sepanjang bantaran sungai di Kota Yogyakarta. Pasalnya, masih banyak warga yang membuang limbahnya ke sungai, yang tentunya menyebabkan air sungai ini semakin tercemar.
"Ditambah lagi permukiman padat di sepanjang sungai, di kanan kiri di Kota Yogya, sehingga banyak input limbah domestik ke sungai, sehingga semakin berat (pencemarannya), termasuk Bantul," ujar Sutomo.
Ia menjelaskan, tipikal sungai sendiri memiliki kemampuan untuk melakukan purifikasi secara mandiri. Namun, hal ini harus didukung dengan tidak menambah pencemarannya, dalam artian tidak membuang limbah ke sungai.
Nyatanya, yang terjadi justru masih ada masyarakat yang membuang limbahnya ke sungai. Dengan begitu, air sungai di Kota Yogyakarta yang sudah tercemar sejak dari hulunya di Sleman sudah tidak bisa melakukan purifikasi sendiri karena semakin tercemar di Kota Yogyakarta.
"Tipikal sungai itu dia ada kemampuan mempurifikasi secara mandiri, asal dia tidak diinput lagi dengan limbah pencemaran," jelasnya.