REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ramai perbincangan sistem Kalender Islam Global Unifikasi (KIGU) kembali mengemuka pascakasus hukum yang melibatkan peneliti BRIN AP Hasanuddin.
Dalam cuitannya, AP Hasanuddin yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu menulis: “Ahmad Fauzan S perlu saya HALALKAN GAK NIH DARAHNYA semua mhammadiyah? Apalagi muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda Kalender Islam Global dari Gema Pembebasan? BANYAK BACOT EMANG!!!! SINI SAYA BUNUH KALIAN SATU-SATU,” dan seterusnya.
Benarkah gagasan Kalender Islam Global Unifikasi terkait dengan afilisiasi ideology atau pergerakan tertenu seperti Hizbut Tahrir?
Ketua PP Muhammadiyah bidang Tarjih dan Tajdid, Prof Syamsul Anwar, memaparkan urgensi penerapan penyatuan kalender Islam ke dalam sistem Kalender Islam Global Unifikasi (KIGU).
"Kita memerlukan penyatuan kalender Islam karena kita tidak lagi dibatasi oleh batas-batas geografis, bisa melihat ketemu dengan siapapun dengan teknologi," katanya dalam diskusi terkait konsep Kalender Islam Global yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Syamsul mengatakan penyatuan kalender Islam ke dalam sistem KIGU sangat penting karena menyangkut ibadah umat Muslim di seluruh dunia.
Terkait Hari Arafah, kata dia, sebagai salah satu hari terpenting dalam ibadah haji yang harus dilakukan pada tanggal 9 Zulhijah dimana seluruh jamaah diwajibkan untuk melakukan wukuf dalam kondisi apapun.
Dia juga menjelaskan pada waktu yang sama, umat Muslim di belahan bumi lainnya juga ikut beribadah melalui puasa sunah Arafah.
"Ini menunjukkan seberapa penting penyatuan kalender jatuhnya hari ibadah umat Islam, supaya ibadah kita sesuai pada waktunya," tambah ulama yang mengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta itu.
Syamsul mengatakan urgensi selanjutnya adalah utang peradaban. Menurutnya, umat Islam telah ada selama 15 abad, namun belum memiliki satu kalender yang terunifikasi secara global.
Baca juga: 7 Daftar Kontroversi Panji Gumilang Pimpinan Al Zaytun yang tak Pernah Tersentuh
Selain itu pada Deklarasi Dakar, Senegal, yang diadakan pada Maret 2008 silam menghendaki adanya unifikasi kalender Islam menjadi satu kesatuan sebagai pembaharuan dan penguatan citra Islam di mata dunia.
"Nanti takut dianggap umat Islam tidak punya rasa menghargai waktu karena kalendernya beragam," imbuhnya.
Menurutnya, kalender Islam cukup problematik lantaran terkadang berbeda penandaan antara satu hari dengan hari lainnya, juga satu tempat dan tempat lainnya. Maka dari itu, urgensi penyatuan kalender Islam semakin kuat.