REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analisis DCFX Lukman Leong memprediksi pelemahan rupiah terhadap dolar AS saat ini hanya sementara akibat faktor eksternal di AS, yakni kekhawatiran terhadap debt ceiling.
"Rupiah melemah, tertekan oleh sentimen risk off di pasar serta penguatan dolar AS dari kekhawatiran seputar debt ceiling," ucap dia, Rabu (24/5/2023).
Menurut dia, kebijakan Pemerintah Indonesia dalam mengatasi pelemahan rupiah sudah cukup akomodatif. Apalagi, inflasi sudah mendekati target dan rekor surplus cadangan devisa yang meningkat. Artinya, pelemahan rupiah yang terjadi belakangan ini dipengaruhi kuat oleh sentimen eksternal.
Pada pembukaan perdagangan, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah 0,20 persen atau 30 poin menjadi Rp 14.905 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.875 per dolar AS. "Rupiah diprediksi berada di kisaran Rp 14.850-Rp 14.950 per dolar AS," ungkap Lukman.
Analis ICDX Revandra Aritama mengatakan, sentimen dolar AS belakang ini agak variatif, sehingga arah pergerakan rupiah terhadap dolar AS sulit diprediksi. "Sentimen gagal bayar utang pemerintah AS mulai mereda, menyusul pertemuan presiden dan ketua DPR AS. Kondisi ini berpeluang membuat kondisi ekonomi AS lebih stabil yang imbasnya tentu memberikan peluang bagi investor untuk berinvestasi lebih banyak di tempat yang lebih berisiko, termasuk Indonesia," kata Revandra.
"Semakin banyak investasi yang masuk, tentu Indonesia mendapatkan keuntungan. Di sisi lain jika AS mengalami gagal bayar, ekonomi AS berpeluang ambruk yang juga akan berimbas langsung pada dolar AS," ujarnya.