REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina menyatakan dukungan terhadap upaya Serbia untuk menjaga kedaulatan dan integritas teritorialnya. Kekerasan baru antara etnis Serbia dan pasukan penjaga perdamaian aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) pecah di Kosovo.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Mao Ning menyalahkan kekerasan atas kegagalan untuk menghormati hak-hak politik Serbia. “Kami menentang tindakan sepihak oleh Provisional Institutions of Self-Government of Kosovo,” kata Mao dalam jumpa pers harian mengacu pada pemerintah Kosovo di Pristina.
Mao mengatakan, orang Serbia harus diberikan kendali atas kota dengan mereka menjadi mayoritas. “Kami mendesak NATO untuk sungguh-sungguh menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah negara-negara terkait dan benar-benar melakukan apa yang kondusif bagi perdamaian kawasan,” kata Mao.
Orang Serbia memboikot pemilihan lokal baru-baru ini dan berusaha mencegah walikota etnis Albania untuk menjabat. Kemudian mereka mencoba mengambil alih kantor salah satu kotamadya di Kosovo utara tempat walikota Albania menduduki jabatan. Setidaknya 30 tentara dari pasukan penjaga perdamaian pimpinan NATO di Kosovo (KFOR) terluka pada Senin (29/5/2023).
Presiden Serbia Aleksandar Vucic diperkirakan akan bertemu dengan duta besar Rusia dan Cina dalam upaya untuk menunjukkan dukungan kebijakan. Cina, bersama dengan Rusia dan Serbia, tidak mengakui kemerdekaan Kosovo tahun 2008.
Partai Komunis Cina yang berkuasa juga telah lama menjadi pengkritik aliansi NATO di wilayah tersebut. Sebagian berasal dari pemboman kedutaan Beijing di Beograd selama kampanye udara 1999 untuk mengakhiri penumpasan brutal Serbia terhadap separatis etnis Albania di Kosovo.
Pengeboman yang menewaskan tiga jurnalis Cina itu telah lama digunakan untuk memobilisasi sentimen anti-Barat. Amerika Serikat (AS) meminta maaf atas serangan itu, menyalahkan intelijen yang salah.