REPUBLIKA.CO.ID, ZVECAN -- Pasukan penjaga perdamaian pimpinan NATO di Kosovo pada Rabu (31/5/2023) menempatkan pagar logam dan penghalang kawat berduri di sebuah kota di Kosovo Utara. Langkah ini menyusul bentrokan dengan etnis Serbia yang menyebabkan 30 tentara internasional terluka.
Ratusan etnis Serbia mulai berkumpul di depan balai kota di Zvecan, yang terletak 45 kilometer utara ibu kota Pristina. Mereka kembali berupaya menduduki balai kota. Pekan lalu seorang etnis Albania terpilih menjabat sebagai wali kota setempat setelah memenangkan pemilu lokal.
NATO telah memutuskan untuk mengirim 700 tentara tambahan ke Kosovo Utara untuk membantu meredam protes keras, setelah bentrokan pada Senin (29/5/2023). Konfrontasi itu terjadi pekan lalu setelah pejabat etnis Albania yang terpilih dalam pemungutan suara diboikot oleh orang Serbia.
Orag Serbia mencoba memblokir pejabat dan rombongannya. Polisi Kosovo menembakkan gas air mata untuk membubarkan mereka di Kota Zvecan. Hal ini menyebabkan bentrokan dengan pasukan pimpinan NATO. Sebanyak 30 tentara internasional terluka dalam insiden tersebut.
Etnis Serbia bersikeras bahwa wali kota etnis Albania dan polisi Kosovo harus meninggalkan Kosovo Utara. Serbia menempatkan militer negara itu dalam keadaan siaga tertinggi dan mengirim lebih banyak pasukan ke perbatasan dengan Kosovo.
Kosovo mendeklarasikan kemerdekaan dari Serbia pada 2008. Kosovo dan Serbia telah bermusuhan selama beberapa dekade. Serbia menolak untuk mengakui kedaulatan Kosovo. Etnis Albania membentuk sebagian besar populasi, tetapi Kosovo memiliki minoritas Serbia yang bergolak di utara negara yang berbatasan dengan Serbia.
Amerika Serikat dan Uni Eropa telah meningkatkan upaya untuk membantu menyelesaikan perselisihan Kosovo-Serbia. Hal ini mengkhawatirkan ketidakstabilan lebih lanjut di Eropa karena perang Rusia berkecamuk di Ukraina.
Uni Eropa telah menjelaskan kepada Serbia dan Kosovo bahwa mereka harus menormalkan hubungan jika ingin membuat kemajuan untuk bergabung dengan blok tersebut.