REPUBLIKA.CO.ID, ZVECAN -- Penjaga perdamaian NATO berdiri di belakang kawat berduri ketika pengunjuk rasa mengibarkan bendera Serbia di luar balai kota Zvecan, Kosovo utara. Kerusuhan telah mendorong NATO mengirim pasukan tambahan untuk mencegah potensi kekerasan.
Pada Senin (29/5/2023) terjadi bentrokan di Zvecan. Sebanyak 30 orang tentara dan 52 pengunjuk rasa terluka. NATO mengatakan, mereka akan mengirim 700 tentara tambahan ke Kosovo untuk meningkatkan misinya yang berkekuatan 4.000 orang. Tidak diketahui kapan tentara tambahan itu akan tiba. Tentara Polandia berjaga di balai kota di Zvecan pada Rabu (31/5/2023).
Kerusuhan regional telah meningkat setelah pemilihan pada April yang diboikot oleh Serbia. Hal ini mempersempit jumlah pemilih menjadi 3,5 persen. Kandidat etnis Albania memenangkan pemilu dan mengamankan posisi sebagai wali kota.
Wali kota etnis Albania itu dilantik pekan lalu. Wali kota tersebut sempat dicegat oleh demonstran Serbia ketika akan memasuki gedung balai kota pada Senin.
Kendati diwarnai protes, wali kota tetap berada di kantornya pada Rabu (32/5/2023) pagi. Namun dia tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.
"Meskipun mereka mungkin telah dipilih secara sah, kami tidak menganggap pemilihan mereka sah," kata Dragan, seorang etnis Serbia yang tinggal di Leposavic, kepada Reuters, Rabu.
"Kami meminta apa yang masyarakat internasional minta, agar mereka dikeluarkan dari sini secara damai," kata Dragan.
Amerika Serikat dan sekutunya telah menegur Kosovo karena meningkatkan ketegangan dengan Serbia. Washington mengatakan, penggunaan kekuatan untuk melantik walikota di wilayah etnis Serbia di Kosovo merusak upaya untuk memperbaiki hubungan bilateral yang bermasalah.
Presiden Serbia Aleksandar Vucic menempatkan pasukannya dalam siaga tempur penuh dan memerintahkan unit untuk bergerak lebih dekat ke perbatasan. Mayoritas orang Serbia di Kosovo Utara tidak pernah menerima deklarasi kemerdekaan Kosovo dari Serbia pada 2008 dari Serbia.
Populasi etnis Albania mencapai lebih dari 90 persen di Kosovo. Tetapi Serbia utara telah lama menuntut penerapan kesepakatan 2013 yang ditengahi Uni Eropa untuk pembentukan asosiasi kotamadya otonom di wilayah mereka.
Pasukan penjaga perdamaian dikerahkan di Kosovo pada 1999 setelah pengeboman NATO mengusir polisi dan tentara Serbia dari bekas provinsinya.