REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) meyakini putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi sistem proporsional terbuka hanya akan berisikan batasan-batasan yang harus jadi acuan oleh pembentuk undang-undang ketika hendak menentukan sistem pemilu ke depan.
"Kita sih masih yakin ya sampai hari ini Mahkamah Konstitusi tidak akan mungkin masuk kepada putusan yang mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup yang paling konstitusional atau terbuka yang paling konstitusional," kata Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).
MK akan membacakan putusan atas perkara tersebut pada Kamis (15/6/2023). Permohonan uji materi ini diajukan oleh kader PDIP, Demas Brian Wicaksono, beserta lima koleganya.
Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional terbuka sebagaimana termaktub dalam UU Pemilu, bertentangan dengan konstitusi. Mereka meminta MK menyatakan sistem proporsional tertutup alias sistem coblos partai yang konstitusional sehingga bisa diterapkan dalam gelaran Pemilu 2024.
Fadli mengatakan, Perludem sebagai Pihak Terkait dalam perkara ini meyakini MK tidak akan menentukan salah satu sistem yang konstitusional karena akan menimbulkan "implikasi serius".
Apabila MK menyatakan sistem proporsional tertutup yang konstitusional, maka UU Pemilu dan ketentuan turunannya harus diubah lantaran dirancang dengan logika sistem proporsional terbuka. Pengubahan tentu makan waktu dan bakal mengganggu tahapan Pemilu 2024 yang sedang berjalan.
Sebaliknya, apabila MK menyatakan sistem proporsional terbuka yang konstitusional, maka lembaga pembentuk undang-undang tidak bisa mengevaluasi atau mengganti sistem pemilu pada kemudian hari. Sebab, putusan yang menyatakan sistem proporsional terbuka yang konstitusional sama artinya sistem lain tidak konstitusional.
Karena itu, kata Fadli, Perludem meyakini MK hanya akan memberikan batasan kepada lembaga pembentuk undang-undang ketika hendak menentukan sistem pemilu yang akan dipilih pada waktu yang akan datang.
"Misalnya kalau memilih proporsional tertutup apa yang perlu diperhatikan. Memilih proporsional terbuka apa yang perlu diperhatikan," ujarnya.
Fadli mengatakan, MK sudah pernah membuat putusan berisi batasan-batasan semacam itu, yakni ketika memutuskan permohonan terkait pemilu serentak. Ketika itu, MK tidak menyatakan desain pelaksanaan pemilu mana yang konstitusional.
"MK hanya mengatakan kalau memilih pemilu serentak yang mana pembentuk undang-undang harus memilih yang memudahkan pemilih, memperhatikan beban penyelenggara pemilu dan lainnya," kata Fadli.
Gugatan uji materi sistem proporsional terbuka ini membuat dunia politik-hukum heboh sejak akhir 2022 lalu. Muncul kelompok pendukung sistem proporsional terbuka maupun tertutup.
Delapan partai parlemen, yakni Golkar, Gerindra, PKB, Nasdem, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP diketahui sudah berulang kali menyatakan menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024. Satu-satunya partai parlemen yang mendukung sistem tersebut adalah PDIP.