REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Pengamat dan praktisi hukum Fidelis Giawa meminta semua pihak menghormati dan menghargai sikap pemerintah mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang langsung berlaku untuk komisioner di bawah kepemimpinan Firli Bahuri saat ini.
Fidelis juga menyayangkan pernyataan beberapa pihak yang menuding langkah legal formal melalui keputusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 itu yang menyatakan jabatan pimpinan KPK harusnya 5 tahun sebagaimana lembaga independen lainnya itu dicurigai bernuansa politis.
"Sebagai praktisi hukum semestinya mengerti bahwa keputusan MK itu mengikat. Mestinya menghormati keputusan peradilan dalam hal ini Mahkamah Konstitusi," katanya kepada media, Kamis (15/6/2023).
"Kita tidak perlu mengembangkan kecurigaan latar belakang dibuatnya sebuah keputusan sehingga lembaga peradilan tidak dihormati marwahnya," tegas advokat yang juga aktivis Peradi Bandung tersebut.
Disinggung soal adanya polemik dari putusan tersebut, menurut Fidelis itu menjadi ranah para pakar dan akademisi di ruang kajian bagaimana solusi atau jalan tengahnya bukan pada ruang opini publik memengaruhi masyarakat dengan pemahaman dan pandangan sepihak.
"Jadi untuk saat ini menurut saya semua pihak harus menghormati keputusan MK terkait keputusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK," pungkas Fidelis yang juga penasehat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LBH GMBI) tersebut.
Sebelumnya, mantan wakil KPK Saut Situmorang menduga adanya keterlibatan politik dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK. "KPK itu ukurannya sekarang kalau Anda katakan mereka tidak politicking, ya kamu kejam," kata Saut di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2023).
Baca juga: Terpikat Islam Sejak Belia, Mualaf Adrianus: Jawaban Atas Keraguan Saya Selama Ini
Terbaru, bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menuding jika keputusan Mahkamah Konstitusi terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK saat ini sebagai upaya politik menjegal oposisi pemerintah.
Pernyataan Denny tersebut mengomentari isu terkait penyelidikan korupsi di Kementerian Pertanian, Denny menyebut Ketua KPK Firli Bahuri bergerak cepat sesuai skenario penguasa.
“Menggunakan KPK untuk memilah dan memilih kasus, memukul lawan oposisi, dan merangkul kawan koalisi,” kata Denny.