REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyuarakan keprihatinan Indonesia terkait kebijakan deforestasi Uni Eropa saat melakukan kunjungan kerja ke Kopenhagen, Denmark, Rabu (14/6/2023). Keprihatinan itu disampaikan ketika Retno mengadakan pertemuan dengan Menlu Denmark Lars Lokke Rasmussen dan Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen.
Terdapat beberapa hal yang didiskusikan Retno ketika bertemu Rasmussen. Satu di antaranya tentang kerja sama perdagangan. Retno mengungkapkan, Denmark merupakan mitra dagang terbesar Indonesia di wilayah Nordik pada 2022. Tahun lalu, perdagangan bilateral kedua negara naik hingga 132 persen dan mencapai hampir 1 miliar dolar AS.
"Kenaikan ini tentu kita sambut baik," ujar Retno dalam keterangan persnya, dikutip Kamis (15/6/2023).
Retno dan Rasmussen pun membahas tentang percepatan penyelesaian perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreemnet (EU CEPA). Perundingan telah memasuki putaran ke-14 pada akhir bulan lalu. Retno mengatakan, dia dan Rasmussen sama-sama yakin, ketika perundingan Indonesia-EU CEPA rampung, hubungan perdagangan akan semakin kuat.
Retno menambahkan, dia dan Rasmussen membahas penguatan perdagangan hanya dapat dilakukan jika kedua belah pihak dapat menghilangkan hambatan. "Dalam kaitan inilah saya menyampaika concern terkait kebijakan diskriminatif Uni Eropa, termasuk regulasi deforestasi yang baru-baru ini dikeluarkan Uni Eropa," ucapnya.
Saat bertemu Perdana Menteri Mette Frederiksen, Retno turut menyampaikan hal serupa. Dia meminta dukungan Frederiksen agar perundingan Indonesia-EU CEPA dapat segera diselesaikan. "Saya juga menyampaikan concern terkait kebijakan diskriminatif Uni Eropa," ujar Retno.
Selain itu, Retno turut meminta Frederiksen untuk mendorong investasi Denmark di Indonesia. "Jadi intinya adalah tempatkan Indonesia pada radar Anda," katanya.
Terkait kebijakan deforestasi Uni Eropa, sejak 16 Mei 2023 lalu, perhimpunan Benua Biru resmi memberlakukan European Union Deforestation Regulation (EUDR). Kebijakan tersebut memicu kekhawatiran Indonesia, Malaysia, dan beberapa negara lainnya.
EUDR merupakan realisasi upaya Uni Eropa untuk menekan aksi atau kegiatan penggundulan hutan di dunia. Dengan diberlakukannya EUDR, Uni Eropa akan memfilter dan melakukan uji tuntas terhadap komoditas-komoditas yang memasuki wilayahnya.
EUDR secara spesifik menyebut minyak sawit, kopi, kayu, sapi, kakao, karet, serta kedelai sebagai komoditas yang wajib diuji tuntas terhadap semua pelaku usaha yang terkait dalam rantai pasok. Produk-produk turunan dari komoditas-komoditas tadi, seperti cokelat, kulit, dan furnitur juga bakal dibidik dalam proses uji tuntas.
Indonesia dan Malaysia telah menjadi dua negara yang cukup lantang menyatakan keberatan atas penerapan EUDR. Komoditas ekspor unggulan kedua negara, yakni sawit, diketahui menjadi sasaran kebijakan tersebut.