REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menggencarkan uji emisi kendaraan sebagai upaya menekan polusi udara yang terjadi di Jakarta. Namun, hingga kini ihwal sanksi bagi kendaraan yang tidak lolos uji emisi belum sampai realisasi, melainkan baru sosialisasi.
DKI Jakarta terpantau memiliki kualitas udara terburuk di dunia versi situs pemantau polusi udara IQAir. Tercatat pada Sabtu (17/6/2023) siang, tingkat polusi udara di Jakarta ranking 1 dunia dengan angka 154 warna merah yang artinya tidak sehat.
Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan pihak Polda Metro Jaya mengenai pembahasan sanksi tersebut. Dia hanya menekankan bahwa pelaksanaan uji emisi dipastikan akan digelar secara rutin, meski sanksi masih bersifat sosialisasi.
"Kalau sanksi tilang kita masih koordinasi terus dengan Polda Metro Jaya. Bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi akan dikenakan baru teguran dari pihak kami dan kepolisian. Untuk tilangnya memang kami baru di tahap sosialisasi terlebih dahulu, meningkatan kesadaran masyarakat, tapi kami berharap supaya kesadaran masyarakat tetap bisa tumbuh berkembang walaupun belum ada sanksi tilang," tutur Asep di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (17/6/2023).
Asep mengatakan, dalam menangani pencemaran udara, pihaknya terus berkoordinasi dengan pimpinan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PPKL KLHK). Beleid mengenai hal tersebut tercantum Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bagi pemilik kendaraan yang belum uji emisi.
Sanksi yang akan diterima salah satunya adalah adanya denda tambahan saat hendak memperpanjang masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Dengan kondisi belum adanya sanksi yang tegas, Asep berharap agar masyarakat yang memiliki kendaraan bisa sadar untuk menggunakan kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Sehingga bisa memengaruhi kualitas udara di Jakarta.
Diakui oleh Asep bahwa sektor transportasi berkontribusi sekitar 67 persen terhadap polusi udara di Jakarta. "Ini menandakan bahwa memang sudah seharusnya warga Jakarta aware (sadar) terhadap kondisi kendaraannya baik itu menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan ataupun melakukan uji emisi secara rutin," tutur dia.
Lebih lanjut, dia pun menyarankan agar masyarakat secara perlahan bisa beralih dari transportasi pribadi ke transportasi publik. Itu merupakan salah satu solusi yang esensial untuk bisa menekan polusi udara akibat kendaraan pribadi, sehingga lagi-lagi kesadaran masyarakat dinilai yang paling utama.
"Kalau memang dimungkinkan masyarakat pindah ke sarana transportasi publik karena memang sarana transportasi publik sudah cukup memadai," kata dia.
"Hujan akan membantu peluruhan polutan yang melayang di udara, sehingga ketika memasuki musim kemarau hal tersebut tidak terjadi," ujar dia.