REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN — Tim khusus Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran, Jawa Barat, mulai bekerja mengusut kasus tabungan siswa SD yang belum bisa diambil. Berdasarkan hasil penelusuran sementara, menurut Inspektur Kabupaten Pangandaran Apip Winayadi, uang tabungan siswa yang belum bisa diambil mencapai sekitar Rp 7,4 miliar.
Jumlah uang tabungan tersebut berdasarkan hasil penelusuran di sejumlah sekolah di dua kecamatan. “Itu di dua kecamatan, Cijulang dan Parigi,” kata Apip, yang merupakan ketua tim khusus Pemkab Pangandaran untuk mengusut kasus tabungan siswa SD, saat dikonfirmasi Republika, Selasa (20/6/2023).
Berdasarkan catatan sementara, uang tabungan siswa SD di Kecamatan Cijulang tersimpan di satu koperasi dan guru, dengan jumlah sekitar Rp 3,67 miliar. Perinciannya, di koperasi sekitar Rp 2,309 miliar dan yang berada di guru berjumlah sekitar Rp 1,372 miliar.
Sementara di Kecamatan Parigi, uang tabungan siswa yang berjumlah sekitar Rp 3,8 miliar disebut tersimpan di guru, Koperasi HPK, dan Koperasi HPR. Perinciannya, di guru sekitar Rp 77 juta, di Koperasi HPK sekitar Rp 2,387 miliar, dan di Koperasi HPR sekitar Rp 1,416 miliar.
Apip mengatakan, tim khusus akan mengumpulkan keterangan terkait kasus tabungan siswa SD yang belum bisa diambil itu. Di antaranya dengan meminta keterangan dari guru yang diduga menggunakan uang tabungan siswa. “Tim inspektorat sudah mulai bergerak hari ini untuk memanggil guru-guru yang menggunakan uang tabungan,” kata Apip.
Sebelumnya, Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata menyampaikan pembentukan tim khusus untuk membantu menangani persoalan tabungan siswa SD yang belum bisa diambil. Tim khusus, kata dia, akan berupaya agar tabungan itu bisa dikembalikan.
Salah satu upayanya, menurut Bupati, menagih uang yang dipinjam debitur koperasi. “Kalau ini susah, kita harus jual aset. Mereka (koperasi) juga sudah sepakat. Namun, langkah pertama adalah menagih debitur yang macet,” kata Bupati.