Rabu 21 Jun 2023 01:51 WIB

Pemerintah Diminta Tunda Kebijakan Penghapusan Honorer demi Kelancaran Pemilu 2024

KPU dan Bawaslu terancam kehilangan ribuan honorer jelang Pemilu 2024.

Rep: Febryan A/ Red: Andri Saubani
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Ilustrasi pemilihan umum (Pemilu)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), organisasi pemantau pemilu yang terakreditasi di Bawaslu RI, meminta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menunda penghapusan tenaga honorer yang bekerja di KPU dan Bawaslu. 

Pasalnya, keberadaan 14 ribu lebih tenaga honorer di KPU dan Bawaslu berperan penting menyelenggarakan setiap tahapan Pemilu 2024 yang sedang berlangsung. Apalagi, kebijakan penghapusan honorer pada 28 November 2023 bertepatan dengan hari pertama tahapan masa kampanye dan sejumlah tahapan krusial lainya. 

Baca Juga

"DEEP mendorong Menpan-RB agar segera mencari solusi konkret, misalnya dengan memperpanjang masa tugas honorer KPU dan Bawaslu," kata Direktur DEEP Neni Nurhayati kepada Republika.co.id, Selasa (20/6/2023). 

KPU di setiap tingkatan total punya 7.551 tenaga honorer. Sedangkan Bawaslu di setiap tingkatan total memperkerjakan sekitar 7.000 pegawai honorer. Neni meyakini, apabila 14 ribu lebih tenaga honorer itu tetap diberhentikan pada akhir November, maka gelaran Pemilu 2024 akan terganggu. 

Neni menjelaskan, ketika 7.000 lebih tenaga honorer KPU diberhentikan atau di-PHK pada akhir November, maka para komisioner KPU RI hingga KPU kabupaten/kota tidak mungkin bisa optimal melaksanakan tahapan pemilu. Sebab, kehilangan ribuan sumber daya manusia (SDM) saat masa puncak pelaksanaan pemilu, tentu akan mengganggu persiapan dan pelaksanaan setiap tahapan. 

"Bulan November itu adalah masa puncak Pemilu 2024 karena ada tahapan kampanye, persiapan logistik, dan pemungutan suara," ujarnya. 

Kinerja Bawaslu RI hingga Bawaslu kabupaten/kota, lanjut dia, juga akan terganggu. Kehilangan sekitar 7.000 SDM tentu akan membuat Bawaslu hanya punya sedikit petugas untuk mengawasi berbagai bentuk pelanggaran saat masa kampanye. 

Selain itu, keberadaan tenaga honorer di sekretariat Bawaslu di setiap tingkatan merupakan ujung tombak untuk mengelola administrasi laporan dan temuan dugaan pelanggaran. Ketika mereka diberhentikan massal, tentu staf PNS akan kewalahan bekerja. 

"Pada akhirnya, Bawaslu disibukkan menyelesaikan permasalahan internal di kesekretariatan. Padahal ada yang lebih substansial untuk dilakukan, yakni mengawasi peserta pemilu," kata Neni. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement