REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) mencatat sekitar dua juta Aparatur Sipil Negara (ASN) dari total jumlah ASN aktif sebanyak 4,2 juta pegawai belum memiliki rumah. Hal itu disebabkan oleh tingginya harga tanah dan properti yang semakin sulit dijangkau oleh para ASN.
“Backlog ASN dua juta orang belum punya rumah dan harga lahan makin tinggi jadi makin sulit terjangkau bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) di lingkup ASN,” kata Ketua IV Korpri Bidang Kesejahteraan, Marullah Matali, dalam FGD BP Tapera di Jakarta, Rabu (21/6/2023).
Sebagai catatan, seorang pekerja dikategorikan ke dalam MBR bila berpenghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan. Marullah mengungkapkan, kemampuan menabung kelompok MBR dari kalangan ASN tetap akan sulit mengejar kenaikan harga rumah setiap tahunnya.
Di sisi lain, potensi pembiayaan mikro melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) belum dimanfaatkan secara optimal oleh ASN.
Sementara itu, bagi MBR ASN yang sudah dapat memiliki hunian pribadi, terpaksa harus mengambil rumah dengan jarak yang lebih jauh dari pusat-pusat pemerintahan. Sebagai contoh bagi yang bekerja di pusat Kota Jakarta, para pegawai kelas MBR mulanya mengambil hunian di wilayah Pasar Minggu, lalu bergeser ke Depok hingga akhirnya ke Bogor yang membutuhkan jarak tempuh satu hingga dua jam.
“Sekarang, mungkin sudah jauh ke mana-mana, jadi ketika kita sediakan rumah, itu bukan berikan kemudahan mereka tapi sedikit tambah kesulitan bagi mereka,” kata Marullah menambahkan.
Pihaknya berharap, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dapat menemukan solusi konkret yang mempermudah para MBR ASN untuk memperoleh hunian pribadi yang layak. Hal itu sekaligus demi menekan angka backlog perumahan yang secara nasional jumlahnya telah mencapai 12,7 juta rumah.
Komisioner BP Tapera, Adi Setianto, mengatakan, semua pegawai negeri di Indonesia saat ini wajib menjadi peserta Tapera dalam bentuk tabungan. Dana yang dihimpun itu digunakan untuk membantu mereka para MBR dengan gaji di bawah Rp 8 juta per bulan untuk bisa mengambil kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan suku bungan lima persen.
“Jadi melalui prinsip gotong royong, MBR bisa menikmati pinjaman dari penabung mulia, dan saat dia pensiun kami kembalikan dana yang telah kami kelola, dan hasilnya untuk kembangkan peserta (MBR) memanfaatkan pembiayaan perumahan,” kata dia.
Adi menegaskan, BP Tapera adalah lembaga nirlaba sehingga tidak berkepentingan mencari profit. Karena itu, BP Tapera akan secara profesional mengelola dana tabungan dari pegawai demi menurunkan angka backlog perumahan yang terus meningkat.