Kamis 22 Jun 2023 17:07 WIB

Pemerintah Honduras Kembalikan Kendali Penjara di Bawah Militer

Honduras mengembalikan kendali penjara kepada polisi militer

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Kerusuhan di penjara wanita Honduras merenggut hampir 50 nyawa.
Foto: AP
Kerusuhan di penjara wanita Honduras merenggut hampir 50 nyawa.

REPUBLIKA.CO.ID, TEGUCIGALPA -- Honduras akan mengembalikan kendali sebagian besar sistem hukuman negara itu kepada polisi militer pada tahun depan. Langkah ini diambil setelah kerusuhan di penjara wanita yang merenggut hampir 50 nyawa.

Langkah tersebut merupakan bagian dari tindakan keras baru terhadap kejahatan, mencakup perluasan keadaan pengecualian yang menangguhkan beberapa hak konstitusional. Termasuk memberikan peran yang lebih besar bagi angkatan bersenjata dalam upaya keamanan nasional. Honduras juga akan mengubah pulau-pulau yang berjarak ratusan kilometer dari pantai menjadi koloni hukuman bagi para pemimpin geng yang sangat berbahaya.

Baca Juga

Presiden Honduras, Xiomara Castro telah menjanjikan tindakan tegas untuk mengatasi kematian di penjara wanita. Kematian ini berkaitan dengan serangan terorganisir oleh anggota geng yang dilakukan dengan sepengetahuan penjaga.

 Polisi mengatakan, bentrokan itu terjadi ketika anggota bersenjata geng Barrio 18 menahan penjaga dan menyerang anggota saingannya Mara Salvatrucha (MS-13). Kedua geng berasal dari Amerika Serikat, dan berjuang untuk mengendalikan perdagangan narkoba dan hak pemerasan. Geng itu sering bentrok antara mereka sendiri atau dengan pihak berwenang.

 Kerusuhan yang terjadi pada Selasa (20/6/2023) kemungkinan dimulai sebagai pembalasan atas tindakan pemerintah baru-baru ini yang menindak korupsi dan kontrol geng dari dalam tembok penjara. Pemerintahan Castro memecat semua anggota komite yang mengawasi penumpasan.

Castro mengembalikan kendali atas 21 dari 26 penjara negara itu kepada polisi militer. Sebelumnya Castro telah mencopot polisi militer dari pengawasan penjara ketika dia menjabat pada awal 2022, dan menyerahkan kekuasaan kepada polisi nasional.

Castro juga memperluas keadaan pengecualian untuk memasukkan wilayah tambahan. Langkah ini memungkinkan pihak berwenang membatasi kebebasan bergerak dan berkumpul, serta menggeledah rumah dan melakukan penangkapan tanpa surat perintah. Organisasi hak asasi manusia mengecam keadaan pengecualian. Situasi ini mengikuti keputusan serupa dari El Salvador, di mana puluhan ribu tersangka anggota geng telah dipenjara dalam satu setengah tahun terakhir. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement