REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor merilis data kemiskinan di Kota Bogor berada di angka 7,10 persen dari jumlah penduduk, atau 79.200 jiwa. Hal itu pun menjadi sorotan DPRD Kota Bogor dan akan dijadikan bahan evaluasi dalam pembahasan APBD-Perubahan tahun anggaran 2023.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bogor, Devie P. Sultani, menegaskan sebagai wilayah yang ditempati oleh Presiden RI Joko Widodo, seharusnya Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bisa lebih baik lagi menekan angka kemiskinan. “Ini data BPS akan menjadi bahan evaluasi kami di DPRD, karena di sisa masa jabatan Wali Kota yang tinggal menghitung hari, semua program yang dijanjikan harus terlaksana, terlebih program yang bertujuan untuk menekan angka kemiskinan,” ujar Devie, Ahad (25/6/2023).
Menurut Devie, program-program bantuan yang seharusnya diarahkan untuk masyarakat miskin, masih tidak bisa maksimal dilakukan di Kota Bogor. Sebab, berdasarkan aduan dan laporan yang diterima oleh Komisi IV dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan masyarakat sendiri, masih ditemukan bantuan yang tidak tepat sasaran.
Untuk itu, sambung Devie, DPRD Kota Bogor pun mendorong Pemkot Bogor untuk memperbaiki pendataan untuk data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) dan peningkatan aplikasi Sahabat yang saat ini ada dibawah kendali Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bogor.
“Kami sudah menyampaikan hal tersebut ke pihak Kementerian Sosial RI dan mudah-mudahan ini bisa menjadi langkah awal untuk perbaikan sistem pendataan, pemutakhiran dan penyaluran bantuan di Kota Bogor,” jelas Devie.
Di samping itu, dalam data BPS ini juga menunjukkan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) Kota Bogor masih kalah dari Kota Depok yang berada di angka 82,46 sedangkan Kota Bogor 77,17. Devie menyebutkan, meski mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, namun ini menunjukkan Pemkot Bogor masih kurang cermat dalam merencanakan pembangunan untuk infrastruktur yang menunjang dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi taraf hidup.
Untuk dimensi kesehatan, Devie menilai kekurangan Posyandu di Kota Bogor menjadi salah satu penyebabnya. Bak efek domino, hal tersebut pun berpengaruh terhadap program penekanan angka stunting. Sebab data stunting Kota Bogor yang dikeluarkan dari pemerintah pusat mengalami kenaikan menjadi 18,7 persen di tahun 2022 lalu.
“Persoalan stunting juga masih menjadi masalah, maka dari itu kami DPRD Kota Bogor akan terus mendorong penambahan jumlah posyandu dan peningakatan anggaran untuk para petugas kader posyandu juga pemberian makanan sehat (PMT),” ujar Devie.
Untuk peningkatan dimensi pendidikan, Devie menerangkan, didalam rekomendasi laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) DPRD Kota Bogor, pihaknya menekankan peran Pemkot Bogor perlu ditingkatkan lagi dalam sektor urusan wajib pelayanan dasar, seperti sektor kesehatan, pendidikan dan urusan sosial.
Menurut Devie, minimnya jumlah sekolah di Kota Bogor, harus diiringi dengan penambahan unit sekolah baru guna menunjang keberlangsungan pendidikan yang maksimal. “Intinya kami di sisa waktu yang ada akan memfokuskan anggaran untuk meningkatkan IPM Kota Bogor dan menyelesaikan janji Wali Kota Bogor yang sudah tertuang didalam rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD),” ucapnya.