REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat menjadwalkan memeriksa dua oknum jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Manokwari berinisial U dan A serta seorang staf tata usaha berinisial H atas dugaan menerima gratifikasi sebesar Rp 65 juta.
"Mulai hari ini kami tarik ke Kejaksaan Tinggi guna pemeriksaan secara intensif," kata Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Harli Siregar di Manokwari, Senin (3/7/2023).
Harli Siregar menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut untuk mengetahui secara substansi dugaan gratifikasi dalam kasus kekerasan terhadap anak. Diduga gratifikasi itu diterima dua oknum jaksa dan seorang staf dari pihak keluarga tersangka kasus kekerasan terhadap anak.
Dugaan gratifikasi itu sempat viral di media sosial Tiktok beberapa waktu lalu. Hal ini, kata dia, memerlukan pembuktian melalui pemeriksaan secara detail oleh Asisten Pengawas Kejaksaan Tinggi Papua Barat.
"Pengunggah konten itu dimintai keterangan atau tidak, nanti dilihat," ujar Harli.
Menurut dia, tindakan oknum jaksa yang menyalahi wewenang telah mencoreng institusi adhyaksa. Oleh sebab itu, perlu pembenahan secara keseluruhan demi menjunjung tinggi nilai integritas.
Apabila dua oknum jaksa dan staf pada Kejaksaan Negeri Manokwari terbukti melakukan tindak pidana, dia menegaskan bahwa ketiganya akan menjalani proses hukum sesuai dengan perintah dari jaksa agung.
"Dengan adanya peristiwa ini, memudahkan saya selaku pejabat baru untuk melakukan pemetaan terhadap situasi internal. Ini momen bersih-bersih," kata dia.
Harli juga mengingatkan agar seluruh insan kejaksaan di seluruh wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya bekerja secara profesional sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Ia menuturkan bahwa pihaknya bertekad meningkatkan konsolidasi internal pada setiap jajaran, baik kejaksaan tinggi maupun kejaksaan negeri di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
"Kasus ini jadi peringatan bagi jaksa yang lain agar tidak menyalahi wewenang. Saya sudah terima informasi ada juga yang lain. Akan tetapi, tentu harus objektif," ujar Harli Siregar.