Rabu 12 Jul 2023 12:14 WIB

Eksepsi Terdakwa Ungkap Ada Unsur Pemerasan di Kasus Korupsi Proyek BTS

Terdakwa Galumbang menilai kasusnya seharusnya diselesaikan dulu lewat perdata.

Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) tahun 2020-2022 Galumbang Menak Simanjuntak menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/7/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Foto: Republika/Prayogi
Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo) tahun 2020-2022 Galumbang Menak Simanjuntak menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (4/7/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak membantah terlibat dalam kasus proyek penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kominfo Tahun 2020-2022. Galumbang justru menyinggung pemerasan dalam perkara yang ikut melibatkan eks Menkominfo Johnny G Plate itu. 

Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Galumbang, Maqdir Ismail dalam sidang beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas surat dakwaan pada Rabu (12/7/2023) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. 

Baca Juga

"Pasal-pasal yang didalilkan dalam surat dakwaan menjadi tidak tepat dan kejadian korupsi yang didakwakan lebih cocok menjadi tindakan pemerasan atau pengancaman oleh pejabat atau setidak-tidaknya merupakan perbuatan penyuapan," kata Maqdir dalam sidang tersebut. 

Maqdir mengungkapkan kliennya dipaksa terlibat dalam proyek ini. Sehingga, kliennya sebenarnya mengalami kerugian. 

"Perbuatan yang dituduhkan tidak lebih tidak adanya rencana yang diterapkan dalam proyek strategis nasional oleh pemerintah republik Indonesia yang diterjemahkan oleh Kominfo untuk direalisasikan dengan cara memaksa atau mengancam keberlangsungan bisnis pelaku industri telekomunikasi termasuk terdakwa," ujar Maqdir. 

Oleh karena itu, Maqdir menegaskan agar perkara ini mestinya diselesaikan secara perdata lebih dulu. Sebab menurutnya belum ditempuh proses yang seharusnya dilalui untuk penyelesaian suatu kerugian keuangan negara.

"Bila diteliti apa yang tampak dalam dakwaan harus dituntaskan dulu secara perdata. Perkara ini layaknya jadi kewenangan perdata," ucap Maqdir. 

Maqdir juga meyakini materi surat dakwaan mengarah pada tindak pidana yang diancam pasal lain. Maqdir tak sepakat kliennya diancam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

"Materi dakwaan menjurus pada tindak pidana yang diancam pasal lain," ujar Maqdir. 

Dengan demikian, Maqdir meminta Majelis Hakim menerima eksepsi yang diajukan oleh kliennya. Sebab Maqdir menganggap banyak kekurangan dalam surat dakwaan. 

"Surat dakwaan dibuat secara tidak cermat, tidak tepat, tidak jelas sehingga harus dinyatakan batal demi hukum," ucap Maqdir. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement